QADZAF
A.
PENGERTIAN
Qadzaf menurut bahasa yaitu
ram’yu syain berarti melempar sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan
(wath’i) zina kepada orang lain yang karenanya mewajibkan hukuman had bagi
tertuduh (makdzuf).
Sejalan dengan beratnya hukuman
bagi pelaku jarimah zina, hukum Islam juga mengancamkan hukuman yang tak kalah
beratnya bagi seseorang yang melakukan tuduhan berzina kepada orang lain.
Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika tuduhannya mengandung kebohongan.
Namun, apabila tuduhannya dapat dibuktikan kebenarannya, maka jarimah qadzaf
itu tidak ada lagi dan di jatuhkan kepada orang yang menuduh. Artinya, bila si
penuduh tak dapat membuktikan tuduhannya karena lemahnya pembuktian atau
kesaksiannya, hukuman qadzaf dijatuhkan bagi si penuduh.
Suatu prinsip dalam fiqih Jinayah
bahwa barang siapa menuduh orang lain dengan sesuatu yang haram, maka wajib
atasnya membuktikan tuduhan itu. Apabila ia tak dapat membuktikan tuduhan itu,
maka ia wajib dikenai hukuman.
B.
DASAR HUKUM LARANGAN QADZAD
Dasar Jarimah Qadzaf adalah
firman Allah:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ
الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَاجْلِدُوهُمْ
ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَتَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ {4}
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”(QS. An-Nuur : 4)
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”(QS. An-Nuur : 4)
Dalam surat An-Nuur ayat 23,
Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ
الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا
وَاْلأَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ {23}
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, (QS. An-Nuur : 23)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, (QS. An-Nuur : 23)
C.
UNSUR-UNSUR JARIMAH QADZAF
1. Menuduh zina atau mengingkari nasab
Maksudnya adalah ucapan yang
mengandung tuduhan atau penolakan terhadap tuduhan keturunan, seperti mengatai
seseorang telah berbuat zina atau menempelkan predikat pezina kepada seseorang
dan tidak mengakui anak atau janin yang lahir atau masih dalam kandungan istrinya.
2. Orang Yang Dituduh Harus Orang
Yang Muhsan
Artinya orang yang dituduh itu
orang baik-baik bukan seseorang yang biasa berbuat zina, kalau yang dituduh itu
pezina, hal itu bukanlah tuduhan tetapi sesuai dengan kenyataannya.
3. Adanya I’tikad jahat
3. Adanya I’tikad jahat
I’tikad jahat inilah yang
memotivasi perbuatan tersebut untuk mencelakakan orang lain yang tidak berdosa,
sehingga tercemar nama baiknya aau celaka karena hukumna dera. Mengenai qadzif
(orang yang menuduh orang lain berzina) ada syarat-syarat yang harus dipenuhi,
antara lain: berakal, dewasa, tidak dipaksa, inilah syarat-syarat yang menjadi
dasar penuntutan.
Sedangkan maqdzuf (orang yang dituduh berzina) fuqaha’ sepakat bahwa diantara syaratnya adalah: islam, akal sehat, baligh, merdeka (bukan budak), iffah (menjauhi perbuatan zina). Kelima syarat tersebut harus terdapat pada tertuduh agar hukuman qadzaf dapat dilaksanakan terhdaap penuduh (atas tuduhan dustanya).
Sedangkan maqdzuf (orang yang dituduh berzina) fuqaha’ sepakat bahwa diantara syaratnya adalah: islam, akal sehat, baligh, merdeka (bukan budak), iffah (menjauhi perbuatan zina). Kelima syarat tersebut harus terdapat pada tertuduh agar hukuman qadzaf dapat dilaksanakan terhdaap penuduh (atas tuduhan dustanya).
D. PEMBUKTIAN QADZAF
1. Persaksian. Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian dan
persyaratan persaksian dalam masalah qadzaf sama dengan persyaratan persaksian
dalam kasus zina. Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa
kemungkinan, yaitu:
a. Memungkiri tuduhan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu orang laki-laki atau perempuan.
b. Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk ini cukup dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
a. Memungkiri tuduhan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu orang laki-laki atau perempuan.
b. Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk ini cukup dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
c. Membuktikan kebenaran tuduhan
secara penuh dengan mangajukan empat orang saksi
d. Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhannya maka suami yang menuduh itu dapat mengajukan sumpah li’an.
d. Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhannya maka suami yang menuduh itu dapat mengajukan sumpah li’an.
2. Pengakuan
Yakni si penuduh mengakui bahwa
telah malakukan tuduhan zina kepada seseorang.
Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus jelas, seperti masuknya ember ke dalam sumur (kadukhulid dalwi ilal bi’ri). Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat seberat derita yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung kebenaran yang martabat dan harga diri seserang. Pera hakim dalam hal ini dituntut untuk ekstra hati-hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh maupun tertuduh. Kesalahan berindak dalam menanganinya akan berakibat sesuatu yang tak terbayangkan.
Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus jelas, seperti masuknya ember ke dalam sumur (kadukhulid dalwi ilal bi’ri). Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat seberat derita yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung kebenaran yang martabat dan harga diri seserang. Pera hakim dalam hal ini dituntut untuk ekstra hati-hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh maupun tertuduh. Kesalahan berindak dalam menanganinya akan berakibat sesuatu yang tak terbayangkan.
3. Dengan Sumpah
Menurut Imam Syafi’i jarimah
qadzaf bisa dibuktikan dengan sumpah apabila tidak ada saksi dan pengakuan.
Caranya adalah orang yang dituduh (korban) meminta kepada orang menuduh
(pelaku) untuk bersumapah bahwa ia tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan
untuk bersumpah maka jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk
sumaph tersebut. Demikian pila sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada
orang yang dituduh (korban) bahwa penuduh benar malakukan penuduhan. Apabila
orang yang dituduh enggan melakukan smpah maka tuduhan dianggap benar dan
penuduh dibebaskab dari hukuman had qadzaf.
Akan tetapi Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah, sebagaimana yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i. sebagian ulama Hanafiyah pendapatnya sama dengan madzhab Syafi’i.
Akan tetapi Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah, sebagaimana yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i. sebagian ulama Hanafiyah pendapatnya sama dengan madzhab Syafi’i.
D.
HUKUMAN (SANKSI) UNTUK JARIMAH QADZAF
Dalam qadzaf akan hukuman pokok
yaitu berupa dera (jild) delapan puluh kali dan hukuman tambahan berupa tidak
diterimanya kasaksian yang bersangkutan selama seumur hidup. Hal ini
berdasarkan firman Allah:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَتَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat rang saksi, mak deralah mereka (yang menuduh itu delapan pulah kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.
(QS. An-Nuur : 4)
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَتَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat rang saksi, mak deralah mereka (yang menuduh itu delapan pulah kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.
(QS. An-Nuur : 4)
Pelaku zina pada hakikatnya
mendapat dua hukuman, yaitu hukuman fisik (dera dan rajam) yang telah ditentukan Tuhan dan hukuman non fisik berupa hilangnya martabat yang bersangkutan
di mata masyarakat. Oleh karena itu penuduh pun
berhak mendapatkan hukuman setimpal fisik dan non fisik. Hukuman fisik berupa
dera dan jild sebanyak delapan puluh kali, sedangkan hukuman tambahan yang tak
kalah beratnya, bahkan mungkin inilah yang terberat yaitu tidak diterima
kesaksiannya dalam segala jenis peristiwa, karena ia telah berbuat bohong, atau
menfitnah. Hukuman non fisik berupa hilangnya hak kesaksian bagi si penuduh
sebagai hukuman terberat sebab hukuman ini menyebabkan berubahnya martabat si
penuduh dari kategori orang baik-baik menjadi orang yang dianggap kotor, jahat,
dan tidak dapat di pakai menjadi saksi.
Adapun pelaksanaan sanksi qadzaf
yang berupa jild ini sama dengan pelaksanaan sanksi zina, hanya jumlahnya yang
berbeda.
E.
HAL-HAL YANG DAPAT MENGGUGURKAN HUKUMAN
Hukuman qadzaf dapat
terhapus/gugur karena beberapa hal diantaranya:
1. Mendatangkan sanksi
1. Mendatangkan sanksi
2. Bila yang dituduh membenarkan
tuduhan penuduh
3. Dimaafkan oleh orang yang dituduh
Gugur sebab dimaafkan ialah
karena had itu hak orang yang dituduh, karena inilah had ini tidak dapat gugur
kecuali dengan seizin yang tertuduh dan dengan permintaannya, sedangkan yang
tertuduh boleh memaafkannya, dan apabila si tertuduh sudah memaafkan, hukuman
(had) gugur karena had itu hak yang tertuduh semata seperti qishash.
JARIMAH MURTAD (RIDDAH)
A.
Pengertian
Riddah dalam arti bahasa kembali dari sesuatu dari sesuatu yang lain. Sedang menurut syara’ sebagaimana yang di kemukakan oleh
Wahbah Zuhaili “kembali dari agama Islam kepada
kekafiran, baik dengan niat, perbuatan yang menyebabkan kekafiran, atau dengan
ucapan.
Riddah merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah yang diancam dengan hukuman diakhirat, yaitu dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah : 217 yaitu:
Riddah merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah yang diancam dengan hukuman diakhirat, yaitu dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah : 217 yaitu:
“Barang siapa murtad diantara
kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang
sia-sia amalnya didunia dan diakhirat dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal didalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217)
Rasulullah SAW. bersabda:
من بدل ديـنه فاقـتلوه (رواه
البخارى عن ابن عباس)
“barang siapa menggantikan
agamanya, maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhori dari Ibn Abbas )
B.
Unsur-Unsur Jarimah Riddah
Unsure-unsur jarimah Riddah itu
ada dua macam yaitu:
1. Keluar dari Islam
2. ada I’tikad tidak baik
Yang dimaksud dengan keluara dari
Islam disebutkan oleh para ulama ada tiga macam yaitu:
a. Murtad dengan perbuatan atau meninggalkan perbuatan.
a. Murtad dengan perbuatan atau meninggalkan perbuatan.
Maksudnya adalah melakukan
perbuatan yang haram dengan menganggapnya tidak haram atau meninggalkan
perbuatan yang wajib dengan menganggapnya sebagai perbuatan yang tidak wajib,
baik dengan sengaja maupun menyepelekan. Misalnya sujud kepada matahari atau
bulan, melelmparkan Al-Qur’an dan berzina dengan menganggap zina bukan suatu
perbuatan yng haram.
b. Murtad dengan ucapan
Murtad dengan ucapan adalah
ucapan yang menunjukkan kekafiran, seperti menyatakan bahwa Allah punya anak
dengan anggapan bahwa ucapan tersebut tidak dilarang.
c. Murtad dengan I’tikad
c. Murtad dengan I’tikad
Adapun murtad denga I’tikad
adalah I’tikad yang tidka sesuai dengan aqidah Islam seperti beri’tikad dengan
langgengnya alam, Allah itu sama dengan makhluk-Nya. Sesungguhnya I’tikad an
sich tidak menyebabkan seseorang menjadi kufur sebelum dibuktikan dalam bentuk
ucapan atau perbuatan, berdasarkan hadits Rasulullah SAW.:
ان الله تجاوز عن أمتى ما وسوس أو حدثت به أنفسها ما لم تعمل به أو تكلم. (رواه مسلم عن أبو هريرة)
ان الله تجاوز عن أمتى ما وسوس أو حدثت به أنفسها ما لم تعمل به أو تكلم. (رواه مسلم عن أبو هريرة)
“Sesungguhnya Allah maemaafkan
bagi umat-Ku bayangan-bayangan yang menggoda dan bergelora dalam jiwanya selama
belum diamalkan atau dibicarakan”.
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Jadi, berdasarkan hadits di atas
apa pun I’tikad seseorang muslim yang bertentangan dengan ajaran Islam tidaklah
dianggap menyebabkan keluar dari Islam sebelum ia mngucapkan atau
mengamalkannya.
C.
Sanksi Riddah
Perbuatan Riddah diancam dengan
tiga macam hhukuman:
1. Hukuman Pokok
1. Hukuman Pokok
Hukuman pokok jarimah riddah
adalah hukuman mati, sesuai dengan sabda Rasulullah
SAW. yaitu:
من بدل ديـنه فاقـتلوه (رواه البخارى عن ابن عباس)
من بدل ديـنه فاقـتلوه (رواه البخارى عن ابن عباس)
“Barang siapa menggantikan
agamanya, maka bunuhlah ia”.(HR. Bukhri dari Ibn Abbas)
Sebelum dilaksanakan hukuman, orang yang murtad itu harus diberi kesempatan untuk bertobat. Waktu yang disediakan baginya untuk bertobat itu adalah 3 hari 3 malam menurut Imam Malik. Menurut Imam Abu Hanifah, ketentuan batas waktu untuk bertobat itu harus diserahkan kepada Ulul Amri, dan batas waktu itu selambat-lambatnya 3 hari 3 malam.
Tobatnya orang yang murtad cukup dengan mengucapkan dua “kalimah syahadah”. Selain itu, ia pun mengakui bahwa apa yang dilakukannya ketika murtad bertentangan dengan agama Islam.
Sebelum dilaksanakan hukuman, orang yang murtad itu harus diberi kesempatan untuk bertobat. Waktu yang disediakan baginya untuk bertobat itu adalah 3 hari 3 malam menurut Imam Malik. Menurut Imam Abu Hanifah, ketentuan batas waktu untuk bertobat itu harus diserahkan kepada Ulul Amri, dan batas waktu itu selambat-lambatnya 3 hari 3 malam.
Tobatnya orang yang murtad cukup dengan mengucapkan dua “kalimah syahadah”. Selain itu, ia pun mengakui bahwa apa yang dilakukannya ketika murtad bertentangan dengan agama Islam.
2. Hukuman Pengganti
Hukuman pengganti diberikan
apabila hukuman pokok tidak dapat diterapkan. Hukuman pengganti ini berupa
ta’zir.
3. Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan adalah merampas hartanya dan hilangnya hak pidana untuk bertasharuf
(mengelola) hartanya.
Menurut Imam Malik, Imam Syafi’I,
dan Imam Ahmad bila rang murtad itu meninggal, maka hartanya menjadi harta
musyi’, yaitu tidak dapat diwariskan, baik kepad aorang muslim atau kepada
nonmuslim. Menurut ulama lain, harta itu dikuasai oleh pemerintah an menjadi
harta fay’ . Menurut madzhab Hanafi, bila harta tersebut didapatkan pada waktu
ia muslim, maka diwariskan kepada ahli warisnya yang muslim dan harta yang
didapatkan ketika ia murtad, maka hartanya menjadi milik pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar