Sabtu, 22 Maret 2014

Pengertian tentang Viktimologi, Ruang lingkup viktimologi, pengertian korban, masalah viktimisasi, sejarah viktimologi, dan hubungan viktimologi dan bidang ilmu yang lain.


PROGRAM STUDY JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALI JAGA
YOGYAKARTA
2013



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
         Masalah keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana  memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa  dalam kehidupan masyarakat menunjukkan bahwa kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah padahal sangat jelas dalam Pancasila, sebagai falsafah  hidup bangsa Indonesia, masalah perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat yang sangat penting sebagai perwujudan dari Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam berkehidupan di dalam masyarakat, setiap orang tidak akan lepas dari adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup apabila tidak berinteraksi dengan manusia yang lain. Dengan seringnya manusia melakukan interaksi satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan hubungan antara dua individu atau lebih yang bersifat negative dan dapat menimbulkan kerugian di salah satu pihak. Hal tersebut pada saat ini sering disebut dengan tindak pidana. Terjadinya suatu tindak pidana terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban.
         Salah satu contoh kurang diperhatikannya masalah keadilan dan hak asas dalam penegakan  hukum pidana adalah berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap korban tindak kejahatan.  Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diberikan  oleh  undang-undang.  Akibatnya, pada saat pelaku  kejahatan telah dijatuhi sanksi  pidana oleh  pengadilan,  kondisi  korban  kejahatan seperti  tidak dipedulikan  sama  sekali.  Padahal,  masalah  keadilan  dan penghormatan  hak  asasi  manusia  tidak  hanya  berlaku  terhadap  pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan. 


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Viktimologi
Cara pandang tentang penanggulangan kejahatan tidak hanya terfokus pada timbulnya kejahatan atau metode yang digunakan dalam penyelesaian para pelaku kejahatan. Namun, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipahami adalah masalah korban kejahatan itu sendiri, yang dalam keadaan tertentu dapat menjadi pemicu munculnya kajahatan. Saat berbicara tentang korban kejahatan, maka kita tidak terlepas dari Victimologi. 
Victimologi berasal dari bahasa latin “Victima” yang berarti korban dan “Logos” yang berarti ilmu. Secara terminologi Victimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai kenyataan sosial, korban dalam lingkup Victimologi mempunyai arti yang luas sebab tidak hanya terbatas pada individu yang nyata menderita kerugian, tapi juga kelompok, korporasi, swasta maupun pemerintah.[1] Akibat penimbulan korban adalah sikap atau tindakan terhadap korban dan/atau pihak pelaku serta mereka yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan.
Menurut Kamus Chrime Dictionary yang orang ahli dikutip seorang ahli (Abdussalam, 2010: 5) bahwa victim adalah “orang yang telah medapat penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainya[2]. Dalam kamus ilmu pengetahuan social disebutkan bahwa victimologi adalah studi tentang tingkah laku victim sebagai salah satu penentu kejahatan. [3](Hugo Reading, Kamus Ilmu-ilmu social, Jakarta, Rajawali,  1986, hlm.457).
Pendapat Arif Gosita mengenai pengertian victimologi ini sangat luas, yang dimaksud korban disini adalah mereka yang menderita jmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri dalam konteks kerakusan individu dalam memperoleh apa yang diingingkan secara tidak baik dan sanggat melanggar ataupun bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita, Sebab dan kenyataan sosial yang dapat disebut sebagai korban tidak hanya korban perbuatan pidana (kejahatan) saja tetapi dapat korban bencana alam, korban kebijakan pemerintah dan lain-lain.[4] (Arif Gosita, 1985, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta. )
Korban dalam pengertian yurdis yang termaktub dalam perundang-undangan No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”. Menurut Peraturan pemerintah No.2 Tahun 2002 tentang tata cara perlindungan terhadap saksi-saksi dalam pelanggaran HAM yang berat, Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman gangguan, terror, dan kekerasan pihak manapun. Undang-undang No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah “orang yang mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan dalam ruang lingkup rumah tangga”. Undang-undang No.27 Tahun 2004 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi, Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat termasuk korban atau ahli warisnya.”
B. Ruang Lingkup Viktimologi
         Viktimologi  meneliti  topik-topik  tentang  korban,  seperti  peranan korban  pada  terjadinya  tindak  pidana,  hubungan  antara  pelaku  dengan korban,  rentannya  posisi  korban  dan  peranan  korban  dalam  sistem peradilan pidana.
         Menurut  J.  E.  Sahetapy [5],  ruang  lingkup  viktimologi  meliputi bagaimana seseorang (dapat) menjadi korban yang ditentukan oleh suatu victimity  yang  tidak  selalu  berhubungan  dengan  masalah  kejahatan, termasuk pola korban kecelakaan, dan bencana alam selain dari korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan. Objek  studi  atau  ruang  lingkup  viktimologi  menurut  Arief  Gosita adalah sebagai berikut :
a.       Berbagai macam viktimisasi kriminal atau kriminalistik.
b.      Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal.
c.       Para  peserta  terlibat  dalam  terjadinya  atau  eksistensi  suatu viktimisasi  kriminal  atau  kriminalistik,  seperti  para  korban, pelaku,  pengamat,  pembuat  undang-undang,  polisi,  jaksa, hakim, pengacara dan sebagainya.
d.      Reaksi terhadap suatu viktimisasi kriminal.
e.       Respons  terhadap  suatu  viktimisasi  kriminal  argumentasi kegiatan-kegiatan  penyelesaian  suatu  viktimisasi  atau viktimologi,  usaha-usaha  prevensi,  refresi,  tindak  lanjut  (ganti kerugian), dan pembuatan peraturan hukum yang berkaitan.
f.       Faktor-faktor viktimogen/ kriminogen.Ruang  lingkup  atau  objek  studi  viktimologi  dan  kriminologi  dapat dikatakan sama, yang berbeda adalah titik tolak pangkal pengamatannya dalam  memahami  suatu  viktimisasi  kriminal,  yaitu viktimologi  dari  sudut pihak  korban  sedangkan kriminologi  dari  sudut  pihak  pelaku. Masing- masing merupakan komponen-komponen  suatu  interaksi  (mutlak)  yang hasil interaksinya adalah suatu viktimisasi kriminal atau kriminalitas.[6]
         Suatu  viktimisasi  antara  lain  dapat  dirumuskan  sebagai  suatu penimbunan penderitaan (mental,fisik, sosial, ekonomi, moral) pada pihak tertentu dan dari kepentingan tertentu. Menurut J.E. Sahetapy, viktimisasi adalah penderitaan, baik secara fisik  maupun  psikis  atau  mental  berkaitan  dengan  perbuatan  pihak  lain. Lebih  lanjut  J.E.  Sahetapy  berpendapat  mengenai  paradigma  viktimisasi yang meliputi :[7]
a.       Viktimisasi  politik,  dapat  dimasukkan  aspek  penyalahgunaan kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi manusia, campur tangan angkatan bersenjata diluar fungsinya, terorisme, intervensi, dan peperangan lokal atau dalam skala internasional;
b.      Viktimisasi  ekonomi,  terutama  yang  terjadi  karena  ada  kolusi antara  pemerintah  dan  konglomerat,  produksi  barang-barang tidak  bermutu  atau  yang  merusak  kesehatan,  termasuk  aspek lingkungan hidup;
c.       Viktimisasi  keluarga,  seperti  perkosaan,  penyiksaan,  terhadap anak  dan  istri  dan  menelantarkan  kaum  manusia  lanjut  atau orang tuanya sendiri;
d.      Viktimisasi media, dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan obat  bius,  alkoholisme,  malpraktek  di  bidang  kedokteran  dan lain-lain;
e.       Viktimisasi  yuridis,  dimensi  ini  cukup  luas,  baik  yang menyangkut  aspek  peradilan  dan  lembaga  pemasyarakatan maupun  yang  menyangkut  dimensi  diskriminasi  perundangundangan, termasuk menerapkan kekuasaan dan stigmastisasi kendatipun sudah diselesaikan aspek peradilannya.Viktimologi  dengan  berbagai  macam  pandangannya  memperluas teori-teori  etiologi  kriminal  yang  diperlukan  untuk  memahami  eksistensi kriminalitas  sebagai  suatu  viktimisasi  yang  struktural  maupun  nonstruktural  secara  lebih  baik.  Selain  pandangan-pandangan  dalam viktimologi  mendorong  orang  memperhatikan  dan  melayani  setiap  pihak yang dapat menjadi korban mental, fisik, dan sosial.
C. Korban Kejahatan
         Pengertian korban dalam pembahasan disini adalah untuk sekedar membantu dalam menentukan secara jelas batas yang dimaksud oleh pengertian tersebut sehingga diperoleh kesamaan cara pandang. Secara  luas,  pengertian  korban  Yang  dimaksud  korban  tidak  langsung  di  sini  seperti,  istri  kehilangan suami, anak yang kehilangan bapak, orang tua yang kehilangan anaknya, dan lainnya.[8] Korban diartikan bukan hanya sekedar korban yang menderita langsung, akan tetapi korban tidak langsung pun juga  mengalami  penderitaan  yang  dapat  diklarifikasikan  sebagai korban suatu kejahatan tidaklah harus berupa individu atau perorangan, tetapi bisa berupa kelompok orang, masyarakat atau juga badan  hukum. Bahkan pada kejahatan tertentu, korbannya bisa juga berasal dari bentuk kehidupan lainnya. Seperti tumbuhan, hewan atau ekosistem. Korban semacam ini lazimnya kita temui dalam kejahatan terhadap lingkungan. Namun, dalam pembahasan ini korban sebagaimana dimaksud terkahir tidak termasuk didalamnya.[9]
         Selanjutnya  secara  yuridis,  pengertian  korban  termaktub  dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dinyatakan  bahwa  korban  adalah  “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.  Melihat rumusan tersebut, yang disebut korban adalah:
a. Setiap orang;
b.Mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau;
c. Kerugian ekonomi;
d.      Akibat tindak pidana
Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan oleh para ahli maupun sumber dari konvensi-konvensi sebagaimana diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Arik Gosita
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan, kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. 
2.      Muladi
Korban (Victim) adalah orang-orang yang baik secara individu maupunkolektif telah menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau gangguan subtansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.
3.      UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
4.       UU No. 27 tahun 2004 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental, maupun emosional. Kerugian ekonomi atau mengalmi pengabdian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.[10]
5.       Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran Hak AsasiManusia yang Berat. Korban adalah orang perseoranganatau kelompok orang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan pihak manapun. 
         Dengan mengacu pada pengertian diatas bahwa dapat dilihat bahwa korban tidak hanya perseorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan tindak pidana–tindak pidana. Korban kejahatan diartikan sebagai seseorang yang telah menderita kerugian sebagai  akibat  suatu  kejahatan dan atau yang rasa keadilannya secara langsung telah  terganggu  sebagai  akibat pengalamannyaa sebagai target (sasaran) kejahatan.[11]
         Undang-undang  Nomor  23  Tahun  2004  tentang  Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, korban adalah orang yang  mengalami kekerasan dan atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Menurut Mendelsohn[12], berdasarkan derajat kesalahannya korban dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
a.       Yang sama sekali tidak bersalah;
b.      Yang jadi korban karena kelalaiannya;
c.       Yang sama salahnya dengan pelaku;
d.      Yang lebih bersalah dari pelaku;
e.       Yang korban adalah satu-satunya yang bersalah (dalam hal ini pelaku dibebaskan).
         Dengan mengacu pada pengertian-pengertian korban diatas, dapat dilihat bahwa korban pada dasarnya tidak hanya orang perorangan atau kelompok  yang  secara  langsung  menderita  akibat dari perbuatan perbuatan yang menimbulkan kerugian/penderitaan bagi diri/kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang-orang yang mengalami kerugian  ketika  membantu  korban  mengatasi  penderitaannya  atau  untuk mencegah viktimisasi.

3. Sejarah Viktimologi
            Perkembangan Victimologi tidak terlepas dari pemikir terdahulu yaitu hans Von Henting seorang ahli kriminologi pada tahun 1941 menulis sebuah makalah yang berjudul “Remark on the interaction of perpetrator and victim.”dan Tujuh Tahun kemudian beliau menerbitkan buku yang berjudul The Criminal and his victim yang menyatakan bahwa korban mempunyai peranan yang menentukan dalam timbulnya kejahatan. Mendelsohn  pada tahun 1947 pemikiran ahli ini sangat mempengaruhi setiap fase perkembangan Victimologi. Pada Tahun 1947 atau setahun sebelum buku von Hentig terbit, Mendelsohn menulis sebuah makalah dengan judul “New bio-psycho-sosial horizons: Victimology.” Pada saat inilah istilah victimology pertama kali digunakan.. Perkembangannya dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :
1. fase Pertama Victimologi hanya mempelajari korban kejahatan saja (Penal or Special Victimology) .
2. fase kedua Victimologi tidak hanya mengkaji masalah korban kejahatan tetapi juga meliputi korban kecelakaan (General Victimology) .
3. fase ketiga Victimologi lebih luas lagi yaitu mengkaji permasalahan korban penyalahgunaan kekuasaan dan hak-hak asasi manusia (New Victimology).[13]
Dari pengertian diatas, nampak jelas yang menjadi objek kajian Victimologi diantaranya adalah pihak-pihak mana saja yang terlibat atau mempengaruhi terjadinya suatu Victimisasi, faktor-faktor respon, serta upaya penanggulangan dan sebagainya.
            Setelah itu para sarjan-sarjana lain mulai melakukan studi tentang hubungan psikologis antara penjahat dengan korban, bersama H. Mainheim, Schafser, dan Fiseler. Setelah itu pada Tahun 1949 W.H. Nagel juga melakukan pengamatan mengenai viktimologi yang dituangkan dalam tulisannya dengan judul “de Criminaliteit van Oss, Gronigen.”, dan pada Tahun 1959 P.Cornil dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa si korban patut mendapatkan perhatian yang lebih besar dari kriminologi dan viktimologi. Pada Tahun 1977 didirikanlah World Society of Victimology. World Society of Victimology (WSV) dipelopori oleh Schneider dan Drapkin. Perubahan terbesar dari perkembangan pembentukan prinsip-prinsip dasar tentang perlindungan korban terwujud pada saat diadakannya kongres di Milan, pada tanggal 26 Agustus 1985 yang menghasilkan beberapa prinsip dasar tentang korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan yang selanjutnya diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bansa pada tanggal 11 Desember 1985 dalam suatu deklarasi yang dinamakan Decleration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse Power.

4. Hubungan Viktimologi dan Ilmu pengetahuan
            Adanya hubungan antara kriminologi dan viktimologi sudah tidak dapat diragukan lagi, karena dari satu sisi Kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari suatu kejahatan, sedangkan viktimologi disini merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban dari suatu kejahatan. Seperti yang dibahas dalam buku Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, karangan Dikdik M.Arief Mansur . Jika ditelaah lebih dalam, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa viktimologi merupakan bagian yang hilang dari kriminologi atau dengan kalimat lain, viktimologi akan membahas bagian-bagian yang tidak tercakup dalam kajian kriminologi. Banyak dikatakan bahwa viktimologi lahir karena munculnya desakan perlunya masalah korban dibahas secara tersendiri.
Akan tetapi, mengenai pentingnya dibentuk Viktimilogi secara terpisah dari ilmu kriminologi mengundang beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut :
1.      Mereka yang berpendapat bahwa viktimologi tidak terpisahkan dari kriminologi, diantaranya adalah Von Hentig, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya, kriminologi akan dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam kejahatan dan berbagai persoalan yang melingkupinya.
2.      Mereka yang menginginkan viktimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya adalah Mendelsohn. Ia mengatakan bahwa viktimologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban, viktimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri.
            Khusus mengenai hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan baik tentang penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala social adalah kriminologi.
            J.E Sahetapy juga berpendapat bahwa kriminologi dan viktimologi merupakan sisi dari mata uang yang saling berkaitan. Perhatian akan kejahatan yang ada tidak seharusnya hanya berputar sekitar munculnya kejahatan akan tetapi juga akibat dari kejahatan, karena dari sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga kepada posisi korban dari kejahatan itu. Hal ini juga dibahas oleh pakar hukum lainnya dalam memperhatikan adanya hubungan ini, atau setidaknya perhatian atas terjadinya kejahatan tidak hanya dari satu sudut pandang, apabila ada orang menjadi korban kejahatan, jelas terjadi suatu kejahatan, atau ada korban ada kejahatan dan ada kejahatan ada korban. Jadi kalau ingin menguraikan dan mencegah kejahatan harus memperhatikan dan memahami korban suatu kejahatan, akan tetapi kebiasaan orang hanya cenderung memperhatikan pihak pelaku kejahatan. 







[1] Didik M. Arif Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Hal. 34
[2] Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Hal. 9
[3] Hugo Reading, Kamus Ilmu-ilmu social, Hal.457
                [4] Arif Gosita, 1985, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta. Hal.75-76

                [5] Rena  Yulia,  2010,  Viktimologi  Perlindungan  Hukum  Terhadap  Korban Kejahatan Hal.45
                [6] Arif Gosita, 1985, Masalah Korban Kejahatan, Hal.39
                [7] Muhadar, Viktimisasi Kejahatan Pertanahan, hlm 22
                [8] Dikdik M. Arief Mansur & Elisatri Gultom, Hal.39
                [9] R. Wiyono, Pengadilan HAM di Indonesia, Hal. 78
                [10] Mansur, Urgensi Perlindungan, Hal. 47 – 48
                [11] Dikdik M. Arief Mansur & Elisatri Gultom, Hal.51
                [12] Ibid Hlm.52
                [13]Didik M. Arif Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Hal. 35  

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus