Makalah Sumber Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
DAFTAR ISI
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar
oleh pengadilan dalam memutus perkara.[1]
Untuk ahli sejarah dan
kemasyarakatan, hukum adalah gejala kemasyarakatan (sebagai bagian dari adat
atau kebiasaan) yang menghendaki keterangan secara ilmiah.
Ahli filsafat dan ahli
hukum praktis memandang hukum sebagai keseluruhan peratarun tingkah laku, hanya
dengan perbedaan bahwa yang tersebut terakhir pada umumnya menerima
peraturan-peraturan tersebut tanpa syarat apa-apa sebagai sumber kekuasaan,
itupun bila disajikan dalam bentuk yang memenuhi syarat (yang berlaku formil),
sedangkan ahli filsafat menghendaki titel kekuasaan itu.
Menurut Sudikno,kata sumber hukum sering di gunakan dalam beberapa arti yaitu:[2]
1. Sebagai
asas hukum,sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,misalnya kehendak
Tuhan,akal manusia jiwa bangsa dan sebagainya.
2. Menunjukan
hukum terdahulu yang memberi bahan kepada hukum sekarang yang berlaku,seperti
hukum Perancis,hukum Romawi.
3. Sebagai
sumber berlakunya,yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan
hukum(penguasa,masyarakat)
4. Sebagai
sumber dari mana kita dapat mengenal hukum,misalnya
dokumen,undang-undang,lontar,batu bertulis,dan sebagainya.
5. Sebagai
sumber hukum;sumber yang menimbulkan aturan hukum.
a. Sumber
hukum dalam arti sejarah
Ahli sejarah
menggunakan istilah sumber-sumber hukum dalam dua arti, yaitu :
· Dalam
arti sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen,
inskripsi, literatur, dll. Kita daoat belajar mengenal hukum suatu bangsa pada
waktu tertentu, misalnya undang-undang, keputusan hakim, piagam-piagam yang
memuat perbuatan hukum, tulisan-tulisan ahli hukum.
· Dalam
arti sumber-sumber dari mana pembentuk undang-undang memperoleh bahan dalam
membentuk undang-undang, juga dalam arti sistem-sistem hukum, dari mana tumbuh
suatu hukum positif suatu negara.
Code Civil merupakan sumber
langsung yang terpenting dariKitab Undang-Undang Hukum Perdata Negeri
Belanda. Hukum Germania, Romawi dan Kanonik adalah sumber tidak langsung yang
terpenting dari hukum Perdata Belanda.[3]
Menurut Utrecht bagi
seorang ahli sejarah penting sekali mengetahui bagaimana perkembangan hukum
dalam sejarahnya. Untuk mengetahui perkembangan hukum tersebut,maka ia
menggunakan du ajenis sumber:[4]
1. Undang-undang
serta sistim-sistim hukum tertulis dari suatu masa misalnya,abad ke-18 yang
mungkin oleh pembuat undang-undang dari jaman sekarang di pergunakan ketika
hukum untuk di jamin sekarang di tetapkannya.
2. Terkecuali
apa yang di sebut pada sub 1,harus juga ia mempergunakan sekalian
dokumen-dokumen,surat-surat dan keterangan-keterangan yang lain dari masa itu
pula dan yang memungkinkan ia mengetahui hukum yang sedang berlaku pada zaman
tersebut.
Sejarah telah
menyatakan hukum tiada putusnya. Hukum bersifat kontinue. Hukum dynamis
tapimberubah sedikit demi sedikit. Perubahan itu yang terbesar sesuai dengan
perubahan sosial. Di negeri kita dapat di nyatakan:sampai kini pada umumnya
hanya hukum tatanegaralah yang sudah berubah,yaitu sejak sejak tanggal
proklamasi kemerdakaan dan sejak tanggal penyerahan kedaulatan. Pembuat
undang-undang dasar kita memperhatikan pula sifat kontinue dari hukum itu. Hal
tersebut tercantum dalam pasal peralihan 142 U.U.D.S.[5]
b. Sumber
hukum dalam arti sosiologis
Sumber-sumber hukum
berarti faktor-faktor yang benar-benar menyebabkan hukum benar-benar berlaku.
Faktor-faktor tersebut adalah fakta-fakta dan keadaan yang menjadi tuntutan
sosial untuk menciptakan hukum. Menurut penganut sosiologi hukum, baik
legislator maupun hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam
mengundangkan undang-undang dan memutus perkara. Tanpa mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut, sosiolog hukum memandang bahwa hukum tidak lebih
daripada kehendak penguasa.[6]
c. Sumber
hukum dalam arti filsafat
Sumber hukum mempunyai
dua pengertian, yaitu :
Ø Arti
mengenai keadilan yang merupakan esensi hukum.
Menurut teori
hukum kodrat yang rasionalistis, seperti yang diajarkan oleh Hugo de Groot
dan para pengikutnya, sumber dari isi hukum adalah budi (rede).
Menurut pandangan yang
lebih modern, yang diperkenalkan olehaliran historis dalam ilmu
pengetahuan hukum, yang muncul di Jerman pada permulaan abad yang lalu, sebagai
sumber isi hukum harus disebut kesadaran hukum suatu bangsa, atau dengan kata
lain pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat mengenai apa yang disebut
hukum.
Ø Sebagai
sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum
Bandingkan H. de Groot,
Inleiding tot de Hollansche rechts geleertheyd I, 2, 5 : ,,Aengeboren wet in
den mensche is het oordeel des verstands, te kennen ghevende wat zaken uit haer
eighen aerd zijn, eerlick ofte oneerlick, met verbintenisse van Gods wegen om
‘t zelve te volgen”.
Menurut de Groot,
sumber hukum adalah budi, sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan.[7]
d. Sumber
hukum menurut seorang ahli ekonomi
Bagi seorang ahli
ekonomi, yang menjadi sumber hukumnya ialah apa yang nampak dilapangan
penghidupan ekonomis. Misalnya sebelum pemerintah membuat peraturan yang
bertujuan membatasi persaingan dilapangan dagang, maka ahli ekonomi harus
mengetahui apa yang dirasa pasti dan dirasa tidak pasti mengenai persaingan
itu.
e. Sumber
hukum menurut seorang ahli agama
Bagi seorang ahli
agama, yang menjadi dasar-dasar hukum ialah kitab suci, seperti Al-Qur’an,
Injil, Zabur, dll.
f. Sumber
hukum menurut sarjana hukum
Perasaan hukum orang
itu memuat suatu ″waardeoordeel″ tentang ″sociaal gebeuren″. Akan tetapi,
sebelum dapat mengikat umum, maka hukum itu memerlukanbentuk (vorm).
Selama belum mendapat suatu bentuk, maka hukum hanya merupakan suatu bayangan
dalam perasaan hukum atau dalam pikiran orang saja. Bentuk hukum itu
bermacam-macam, seperti undang-undang, adat dan kebiasaan, yurisprudensi, dan
doktrina.
Bentuk-bentuk tersebut
disebut sebagai sumber hukum formil (reachtsbron in formele zin). Sumber hukum
formil adalah sebab (causa efficiens) berlakunya hukum.
Yang dipandang oleh
sarjana hukum praktis hanyalah sumber hukum yang formil. Apabila perlu, ia baru
memperhatikan sumber materiil hukum, yaitu perasaan hukum seseorang atau
pendapat orang banyak (public opinion).
A. Sumber-sumber
hukum
Sumber-sumber hukum
formil yang menjadi determinan formil membentuk hukum (formele determinanten
van de rechtsvorming), menentukan berlakunya hukum. Sedangkan sumber-sumber
hukum materiil yang menjadi determinan materiil membentuk hukum (materiele
determinanten van de rechtsvorming), menentukan isi dari hukum. Sumber-sumber
hukum yang formil adalah :
v Undang-Undang
v Adat dan Kebiasaan
v Traktat
v Yurisprudensi
v Pendapat
ahli hukum yang terkenal (doktrina)[8]
Sumber hukum materiil
terdiri dari:
1. Perasaan
hukum seseorang atau pendapat umum.
2. Agama.
3. Kebiasaan
4. Politik
hukum daripada pemerintah.[9]
I. Undang-undang
Undang-undang ialah
suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh
penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.[10]
“Undang-Undang” sering
digunakan dalam 2 pengertian, yaitu Undang-Undang dalam arti formal dan
Undang-Undang dalam arti material.
UU dalam arti formal
adalah keputusan atau ketetapan yang dilihat dari bentuk dan cara pembuatannya
disebut UU. Dilihat dari bentuknya, UU berisi konsideran dan diktum (amar
putusan). Sementara dari cara pembuatannya, UU adalah keputusan atau ketetapan
produk lembaga yang berwenang. Di Indonesia lembaga yang berwenang adalah
Presiden dan DPR (UUDS 1950 psl 89, UUD 1945 psl 5 (1) jo. psl 20 (1),
sementara di Amerika lembaga yang berwenang adalah Congress.
UU dalam arti material
adalah keputusan atau ketetapan yang dilihat dari isinya disebut UU dan
mengikat setiap orang secara umum. Dalam pengertian ini yang menjadi perhatian
adalah isi peraturan yang sifatnya mengikat tanpa mempersoalkan segi bentuk
atau siapa pembentuknya. UU dalam arti material sering juga disebut dengan
peraturan (regeling) dalam arti luas. UU dalam arti formal tidak dengan
sendirinya sebagai UU dalam arti material. Demikian sebaliknya.[11]
Sumber hukum ini,demikian pula ketentuan hukumnya di buat oleh pemerintah
dengan persetujuan para wakil masyarakat dengan mengingat kepentingan hidup
bersama bagi seluruh anggotanya dalam lebensraum atau ruang
kehidupan yang tertib,aman atau penuh kedamaian.
Sama halnya dengan
sumbernya,kaidah hukum yang bersumber pada perundang-undangan ini harus berfungsi,yang
dalam hal ini terdapat beberapa syarat yang harus di penuhi,yaitu:[12]
1) Ketentuan
atau peraturan mengenai bidang-bidang tertentu harus cukup sistematis,yang
artinya tidak terdapat kesimpang-siuran ketentuan/peraturan hukum dalam bidang
yang sama.
2) Ketentuan
atau peraturan hukum itu harus memiliki keselarasan,artinya baik secara
hirarkis maupun secara horisontal tidak terdapat pertentangan.
3) Adanya
relevansi suatu ketentuan atau peraturan dengan dinamika sosial secara
kualitatif dan kuantitatif peraturan atau ketentuan yang mengatur masalahnya
yang tertentu itu memang benar-benar terpenuhi.
4) Penerbitan
ketentuan atau peraturan-peraturanya harus sesuai dengan persyaratan yuridis
yang ada atau yang telah di tetapkan.
5) Hukum
atau ketentuan/peraturan hukum harus merupakan penjelmaan dari jiwa dan cara
berpikir masyarakat,atau ketentuan/peraturan hukum tersebut harus merupakan
struktur rohaniyah suatu masyarakat,dimana setiap anggota akan benar-benar
mematuhinya.
Contoh undang-undang
dalam arti formil :
û Undang-Undang
Dasar pasal 6 baris 2 : ″naturalisasi dilakukan dengan atau berdasarkan
undang-undang″.
û Undang-Undang
Dasar pasal 32 baris 1 : ″perwalian raja yang belum dewasa, diatur dengan
undang-undang dan wali, atau wali-walinya diangkat dengan undang-undang″. Lihat
juga pasal 37 (pengangkatan wali raja dengan undang-undang).
û Undang-Undang
Dasar pasal 126 : ″Rencana segala pengeluaran Negara ditetapkan oleh
Undang-Undang dan ditunjuknya pula alat-alat untuk menutupinya″.
Selanjutnya
Undang-Undang dapat dibagi menjadi Undang-Undang tingkatan lebih tinggi dan
Undang-Undang tingkatan lebih rendah. Jadi ada hierarchie dalam undang-undang.
Susunan tingkat undang-undang adalah sebagai berikut :
· Undang-Undang
dalam arti formil
· Algemence
Maatregelen van Bestuur
· Peraturan-peraturan
propinsi
· Peraturan-peraturan
kota praja
Yang tingkatannya
sederajat dengan itu adalah peraturan-peraturan daerah-daerah (waterschappen),
veenschappen dan veenpolders.
Undang-Undang Dasar
pasal 124 : ″Segala usul undang-undang yang diterima oleh Staten-General dan
disetujui oleh Raja, memperoleh kekuatan undang-undang dan diumumkan oleh Raja.
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.″
Arti pasal UUD diatas
adalah : jika suatu peraturan memenuhi syarat-syarat formil yang diharuskan
oleh Undang-Unsang Dasar untuk undang-undang dalam pasal 124 baris 1, maka baik
hakim maupun kekuasaan lain dalam negara tidak berhak untuk tidak melakukan
undang-undang yang demikian dengan alasan bahwa undang-undang itu bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar. Hakim tak berhak menguji undang-undang
biasa pada Undang-Undang Dasar.
Di Belgia dan Prancis
sistem itu diterima oleh pengadilan, walaupun konstitusi tidak menyebutkan
sesuatu tentang hal itu. Akan tetapi didalam doktrin dikedua negara tersebut
terdapat aliran keras yang menyokong adanya hak menguji oleh hakim.
Di Amerika Serikat,
sejak lama hakim melakukan hak menguji dan tidak melakukan undang-undang yang
menurut pandangannya bertentangan dengan konstitusi.
» Undang-Undang
dalam arti formil
Kekuasaan untuk
mengeluarkan undang-undang dalam arti formil menurut pasal 115 Undang-Undang
Dasar, terletek pada Raja dan Staten-Generaal.
Cara bagaimana
undang-undang terbentuk, diatur dalam pasal 112-114Undang-Undang Dasar dan
dalam Peraturan tata tertib kedua Kamer Staten-Generaal.
Hak untuk mengadakan
usul undang-undang (hak inisiatif) adalah hak Raja (Undang-Undang Dasar,
pasal 113) dan Staten-Generaal (pasal 119). Dalam hal yang terakhir, pengajuan
usul semata-mata terletak pada Tweede Kamer. Hanya Tweede Kamer. Hanya Tweede
Kamer dan bukan Eerste Kamer yang dapat mengadakan usul (Undang-Undang Dasar pasal
120).
Jalannya
perundang-undangan secara garis besar adalah, pertama, undang-undang dirancang
didepartemen mentri. Selanjutnya rencana undang-undang dibicarakan dalam
dewan mentri, dikirim ke Raad van State untuk nasehat (Undang-Undang Dasar pasal
77), rencana baik secara tulisan (dengan pesan Raja) maupun secara lisan (oleh
komisi yang ditunjuk Raja) diajukan pada Tweede Kamer sebagai usul
undang-undang (Undang-Undang Dasarpasal 113), ditambah dengan Memorie
Penjelasan dari materi yang bersangkutan. Pemeriksaan usul tersebut (Undang-Undang
Dasar pasal 114) dalam seksi-seksi Tweede Kamer baik dengan atau tidak
dengan Pemeriksaan oleh suatu komisi (komisi persiapan, komisi khusus).
Pengiriman Laporan Sementara kepada pemerintah yang memuat
peringatan-peringatan yang dihasilkan oleh penilikan dalam seksi. Jawaban
materi yang bersangkutan dalam Memorie Jawaban, yang disertai atau
tidak disertai nota perubahanatau rencana yang diubah. Pembicaraan
terbuka mengenai usul tersebut di Tweede Kamer, yang dimulai dengan pandangan
umum, kemudian pembicaraan pasal demi pasal dimana Kamer berhak mengadakan
perubahan dalam rencana undang-undang (Undang-Undang Dasar pasal
115, hak amandemen), sesudah pemungutan suara mengenai pasal-pasal
tersendiri, diadakan pemungutan suara terakhir mengenai seluruh rencana. Jika
diterima dikirim kepada Eeste Kamer. Garis besar pembicaraan di Eeste Kamer
sama dengan di Tweede Kamer, tetapi tidak dengan pemungutan suara mengenai
pasal-pasal tersendiri, karena Eeste Kamer tidak mempunyai hak amandemen.
Selama Eeste Kamer belum memberikan keputusan, maka Raja tetap berhak untuk
menarik kembali usul yang diajukannya (Undang-Undang Dasar pasal
118).
Berdasarkan pasal 124 Undang-Undang
Dasar ,Raja wajib mengumumkan undang-undang. Cara mengumumkannya
menurut pasal 74Undang-Undang Dasar, harus dilakukan dengan
undang-undang. Disini, undang-undang sebagaimana dalam Undang-Undang
Dasar, dipakai dalam arti formil.
Peraturan ini terjadi
ketika Willem 1 masih memerintah sebagai Raja yang mutlak. Perbedaan antara
undang-undang dan besluit pada waktu itu belum ada. Jadi segala yang berasal
dari raja yang berdaulat disebut undang-undang atau besluit.
Dengan besluit itu
dibentuk ″Staatsblad de Vereenigde Nederlanden″,dan ditentukan juga
bahwa didalamnya harus memuat segala undang-undang, proklamasi, pengumuman dan
selanjutnya keputusan-keputusan dari yang berdaulat, dimana pengumumannya
dipandang perlu atau berfaedah.
Sebelum 1863, direktur
kabinet Raja mengurus pengumuman. Karena ia tidak bertanggung jawab pada
Staten-Generaal, maka dengan keputusan Raja tgl 22 Desember 1863
penyelenggaraan pengundangan itu ditugaskan kepada menteri kehakiman.
Undang-undang itu setelah ditandatangani oleh Raja dan mentri yang
bersangkutan, dikirimkan kepada mentri kehakiman tersebut. Mentri kehakiman
wajib mengurus agar undang-undang segera dimasukkan dalam lembaran negara dan
membubuhi undang-undang dengan catatan yang ditandatangani yang memuat hari,
bulan, dan tahun pengeluaran. Karena pengumuman itu maka undang-undang jadi
bersifat mengikat.
Kekuatan mengikat
undang-undang dapat berakhir karena suatu sebab yang terletak dalam
undang-undang itu sendiri, yakni bila ia sendiri menentukan masa berlakunya
atau karena sebab yang terletak diluar undang-undang itu sendiri, yaitu karena
dihapuskan.[13]
» Algemene
Maatregelen van Bestuur
A.M.v.B. adalah
keputusan Raja,akan tetapi tidak tiap-tiap keputusan Raja adalah A.M.v.B.
Keputusan Raja adalah
tiap-tiap keputusan yang di keluarkan oleh Raja sendiri,artinya di luar Staten
General.
A.M.v.B. ialah
keputusan Raja,dengan mana Raja memberikan peraturan-peraturan mengikat secara
umum.
Secara formil A.M.v.B.
dari keputusan-keputusan Raja lainya adalah,bahwa Raja harus meminta nasehat
Raad van State sebelum ia menetapakanya(Undang-undang Dasar 77). Kekuasaan
Raja untuk menetapkan A.M.v.B. itu dalam hal di batasi oleh Undang-undang
dasar:
1. Terhadap
sejumlah perkara Undang-undang Dasar menghendaki,agar A.M.v.B. di atur dengan
undang-undang dalam arti kata formil.
2. Oleh
pas.57 U.U.D. menurut pasal ini peraturan-peraturan yang harus di pertahankan
dengan hukuman,tak dapat di bentuk dengan A.M.v.B. selain berdasarkan kekuatan
undang-undang. Jika Raja menghendaki sanctie dengan ancaman hukuman atas
A.M.v.B. yang di tetapkannya,maka untuk penetapannya di butuhkan kuasa
undang-undang dalam arti formil. Dan hukuman yang di ancamkan harus di atur
dengan undang-undang.
Sebaliknya orang
menerima,bahwa Raja dengan A.M.v.B. dapat juga mengatur hal-hal,untuk mana
undang-undang Dasar menuntut dalam arti formil,asal saja di beri kuasa oleh
undang-undang untuk menetapakan peraturan yang demikian.A.M.v.B. adalah
undang-undang yang tingkatnya lebih rendah daripada undang-undang dalam arti
formil. Jadi ia tidak beloh bertentangan dengan undang-undang. Jika A.M.v.B.
itu bertentangan dengan undang-undang,maka hakim tidak boleh melakukannya,baik
bila Raja mengatur apa yang tak boleh di aturnya dengan tindakan umum,maupun
bila isi tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang. Cara mengumumkan
A.M.v.B.dan saat mulai mengikatnya,harus di atur,berdasarkan pasal 74 Undang-undang
dasar,dengan undang-undang.
Undang-undang itu ialah
undang-undang tentang.26 april 1852(stbl.no.92) terakhir di ubah dengan
undang-undang ttg.26 juli 1918(stbl.no.499).[14]
» Peraturan-peraturan
Propinsi
Sebelum tahun
1978,,provicinciale Staten”adalah berdaulat dan sebagai demikian,melakukan
kekuasan pembentuk undang-undang. Tata negara tahun 1798 tidak hanya
melenyapkan kedaulatan propinsi,melainkan juga melenyapkan propinsi-propinsi
itu sendiri,yang di ganti dengan departmen yang di beri nama dan batas yang
lain. Pemerintahan-pemerintahan departmen tak mempunyai kekuasaan membentuk
undang-undang. Namun hak untuk membentuk undang-undang sendiri untuk mengatur
kepentingan-kepentingan sendiri masih berlaku.
Pada tahun 1806
Undang-undang Dasar Holland di bawah pengaruh Perancis memasukan kembali sistem
sentralisasi,sehingga tidak ada pembentukan Undang-undang dari pemerintah
Departmen. Tapi pada tahun 1814 mengembalikan otonomi dari
propinsi-propinsi,sejak itu otonomi terus berlangsung.
Undang-undang Dasar,pasal 136:peraturan
dan pemerintahan rumah tangga propinsi di berikan kepada staten. Staten dapat
membentuk peraturan-peraturan yang di anggap perlu untuk keperluan propinsi.
Namun peraturan-peraturan tersebut harus di setujui oleh Raja,setelah mendengar
kepada,,Raad van State”. Adapun kekuasaan dalam pembentukan undang-undang di
atur dalam bab ke 4 dari Undang-undang Dasar,dan di perluas dalam Undang-undang
propinsittg.6 juli 1850(stbl.no.39).Jadi undang-undang yang di bentuk
oleh,,Prov.Staten”disebut,,verordeningen” atau juga ,,reglementen”.
Denagan jalan
verordening, ,,Prov.Staten”hanya dapat mengatur hal-hal tentang mana tidak di
adakan peraturan oleh kekuasaan yang lebih tinggi,artinya oleh Raja atau Raja
bersama-sama dengan,,Staten General”. Namun apabila dalam peraturan-peraturan
tersebut terdapat pertentangan dengan undang-undang atau A.M.v.B. maka menurut
hukum peraturan itu tidak berlaku lagi(Undang-undang propinsi pasal
142).
Staten dapat juga
menghubungkan sanctie pada peraturan-peraturannya: Staten boleh mengancam
hukuman terhadap pelanggaran,setinggi-tingginya 12 hari kurungan atau denda
f 75,(Undang-undang ttg.25 Mei 1880,stbl.no.86).[15]
» Peraturan
Kotapraja
Sebelum tahun
1798,undang-undang setempat,undang-undang pelbagai daerah memegang peranan yang
penting. Namun dalam tahun 1798,Revolusi mengakhiri otonomi tersebut dan
mencabut segala kemerdekaan kotapraja,dan di berikan kekuasaan lagi pada tahun
1801. Tapi pada masa Lodewijk Napoleon,pemerintahan kotapraja kehilangan
kekuasaannya lagi dan hidup kembali pada tahun 1814(pasal 94). Berdasarkan
otonominya,pemerintah kotapraja berhak membentuk peratura-peraturan untuk
kepentingan kotapraja.
Undang-undang Dasar,pasal 146:peraturan dan
pimpinan rumah tangga kotapraja di serahkan pada dewannya.
Menurut Undang-undang
dasar.hak membentuk undang-undang dalam kotapraja terletak pada dewan. Hal
itu di atur dalam bab 4 dari Undang-undang Dasar,yang kemudian di atur lebih
lanjut dalam Undang-undang kotapraja ttg.29 juni1851(stbl.no.85),yang banyak
diubah dengan undang-undang ttg.31 januari 1931(stbl.no.41). Undang-undang
Kotapraja(pasal 169)menentukan,bahwa Dewan dalam batas-batas yang
tertentu dapat menyerahkan hak membentuk undang-undangnya pada Burgmeester dan
Wethouders berhak membentuk peraturan-peraturan selanjutnya,mengenai hal-hal
yang tertentu yang di tunjuk dalam verordeningen tersebut.[16]
Peraturan-peraturan
yang di buat oleh Kotapraja juga harus di setujui oleh Raja,dan apabila
peraturannya telah mendapat persetujuan Raja tetapi bertentangan dengan
Undang-undang atau kepentingan umum,maka ia dapat di batalkan oleh
Undang-undang dalam arti formil.
Terhadap
pelanggaran-pelanggaran peraturannya,dewan boleh mengancamkan hukuman
kurungan setinggi-tingginya 2 bulan atau denda f 300,(Undang-undang
Kotapraja pasal 195). Salinan peraturan-peraturan pidana tersebut
harus di berikan kepada,,Gedeputeerde Staten”dalam 8 hari setelah ia di
tetapkan. Dengan demikian maka Gedeputeerde Staten mempunyai kesempatan untuk
memeriksa adakah peraturan yang bertentangan dengan undang-undang atau
kepentingan umum dan jika perlu,meminta supaya Raja membatalkannya.
II. Adat
dan Kebiasaan
Peranan kebiasaan dalam
kehidupan hukum pada masa sekarang ini memang sudah banyak merosot. Sebagaimana
telah kita ketahui,ia tidak lagi merupakan sumber yang penting sejak ia di
desak oleh perundang-undangan dan sejak sistem hukum semakin di dasarkan pada
hukum perundang-undangan atau jus scriptum.[17]
Kebiasaan dan adat
merupakan sumber kaidah. Bagi kita orang Indonesia,kebiasaan dan adat tidak
sama.[18] Untuk itu akan kami jelaskan
mengenai kebiasaan terlebih dahulu.
Prof Dr.Sudikno,S.H.
dalam bukunya”Mengenal Hukum”menguraikan bahwasanya kebiasaan merupakan pola
tingkah laku yang ajeg,tetap,normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan
tertentu. Pergaulan hidup ini merupakan ingkungan yang sempit seperti
desa,tetapi dapat luas juga yakni meliputi masyarakat negara yang berdaulat.
Perilku yang tetap atau ajegberarti merupakan perilaku manusia yang di ulang.
Perilaku yang di ulang itu mempunyai kekeuatan normatif,mempunyai kekeuatan
mengikat. Karena di ulang oleh banyak orang maka mengikat orang-orang lain
untuk melakukan hal yang sama,karenanya menimbulkan keyakinan atau
kesadaran,bahwa hal itu memang patut di laksanakan:bahwa itulah adat.[19]
Menurut
Sudikno,timbulnya kebiasaan sebagai sumber hukum di perlukan beberapa syarat
tertentu :[20]
§ Syarat
materiil
Adanya tingkah laku
yang di lakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu(longe et
inventarata consuetindo).
§ Syarat
intelektual
Adanya keyakinan hukum
dari masyarakat yang bersangkutan(opinio necessitatis).
§ Adanya
akibat hukum apabila hukum itu di langgar.
Sedangkan hukum kebiasaan menurut Utrech ialah himpunan kaidah-kaidah yang
walaupun tidak di tentukan badan perundang-undangan dalam
suasana,,werkelijkheid”di taati juga karena orang sanggup menerima kaidah itu
sebagai hukum. Dengan demikian hukum kebiasaan itu kaidah yang walupun tidak
tertulis dalam peraturan perundang-undangan,masih juga kuatnya sama dengan
hukum tertulis. Apalagi bilamanakaidah tersebut menerima perhatian dari pihak
pemerintah.[21]
Umumnya para sarjana
hukum(pelajaran klasik)beranggapan supaya hukum kebiasaan di taati maka harus
ada dua syarat yang harus di penuhi:[22]
1. Sesuatu
perbuatan yang tetap di lakukan orang.
2. Keyakinan
bahwa perbuatan itu harus di lakukan karena telah merupakan suatu kewajiban
hukum.(opinio necessitataris).
Menurut Apeldorn yang
pertama bersifat mateeril dan yang kedua bersifat psykologis(bukan psykologis
perseorangan melainkan psykologis golongan).[23]kebiasaan itu bemacam-macam yakni:
§ Kebiasaan
rakyat.
§ Kebiasaan
golongan.
§ Kebiasaan
yurisprudensi
Perbandingan antara
hukum kebiasaan dan undang-undang
Hukum kebiasaan
memiliki kelemahan antara lain:[24]
§ Hukum
kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat di rumuskan
secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya.
§ Tidak
terjaminnya kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena hukum
kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam
Karena memiliki
kelamahan inilah maka pada abad ke-18 terjadi gerakan kodifikasi di Perancis
dan negeri Belanda pada tahun 1838 yang di namakan kodifikasi BW.
Di antara hukum
kebiasaan dan undang-undang memiliki persamaan dan perbedaan,adapun persamaanya
yakni:[25]
§ Kedua-keduanya
merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat dalam masyarakat.
§ Kedua-duanya
merupakan perumusan kesadaran hukum suatu bangsa.
Adapun perbedaanya
yaitu:
§ UU
merupakan keputusan pemerintah yang di bebankan orang,subyek hukum. Kebiasaan
merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan.
§ UU lebih
menjamin kepastian daripada hukum kebiasaan. Kepastian hukum merupakan perlindungan
yustiabel terhadap tindakan yang sewenag-wenang yang berarti bahwa juga dapat
di tetapkanya hukum dalam hukum konkrit dan oleh karenanya menyebabkan
timbulnya hasrat untuk mencatat hukum kebiasaan. Sebagian ketentuan dari UU
berasal dari kebiasaan.
Setelah kita
mempelajari hukum kebiasaan,sekarang akan kita pelajari tentang hukum adat.
Hukum adat itu termasuk dalam kebiasaan. Kadang-kadang kebiasaan itu di sebut
dengan adat,dan memang kata “adat” berasal dari bahasa arab yang berarti
kebiasaan. Dari sini kemudian dalam perkembanganya menimbulkan hukum adat.
Hukum adat adalah
terjemahan dari “adatrecht” yang pertama kali di kenalkan oleh Snouck Hurgronye
dalam bukunya “de Acehers” pada tahun 1893 kemudian di gunakan oleh van
Vollenhoven yang di kenal sebagai penemu hukum adat dan penulis buku “Het
Adatrecht Van Nederlandsch-indie.
Sedangkan adat-istiadat
adalah peraturan-peraturan kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam
masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Pada umumnya adat istiadat itu
bersifat agak sakral(sesuatu yang suci)serta merupakan tradisi.[26]
Sementara itu Utrecht
membedakan hukum adat dan kebiasaan sebagai berikut:[27]
§ Hukum adat
asal-usulnya bersifat sakral. Hukum adat berasal dari kehendak nenek
moyang,agama,dan tradisi rakyat,seperti di pertahankan dalam keputusan para penguasa
adat. Sedangkan kebiasaan yang di pertahankan para penguasa yang tidak termasuk
lingkungan perundang-undangan,bagian besarnya ialah kontra antara bagian barat
dan timur. Tetapi hukum kebiasaan ini dapat di resepsi dalam hukum Indonesia
nasional sebagai yang asli.
§ Hukum adat
bagian besarnya terdiri atas kaidah-kaidah yang tidak tertulis,tetapi ada juga
hukum adat yang tertulis. Sedangkan kebiasaan semuanya terdiri dari kaidah yang
tidak tertulis.
III.Traktat
Perjanjian yang di
adakan antara dua negara atau lebih biasanya memuat peraturan-peraturan
hukm,itulah yang di sebut Traktat.
Ada beberapa jenis
traktaat:
§ Traktaat
Bilateral,yakni traktat yang terjadi antara dua negara saja.contoh: perjanjian
antara Indonesia dan Papua Nugini dalam hal perbatasan kekuasaan.
§ Traktaat
multilateral,yakni traktat yang di buat oleh lebih dari dua negara. Contoh:
kerjasama dalam bidang pertahanan seperti NATO.
§ Traktat
kolektif,yakni suatu traktat multirateral yang membuka kesempatan bagi mereka
yang tidak ikut dalam perjanjian itu untuk menjadi anggotanya. Contoh: PBB.
Menurut pendapat
klasik,ada empat tingkatan untuk terjadinya suatu traktaat:
§ Penetapan.
§ Persetujuan
DPR.
§ Ratifikasi
kepala negara.
§ pengumuman
Dengan penetapan di
maksudkan sebagai konsep persetujuan yang telah di capai bersama-sama oleh
masing-masing utusan. Lalu konsep itu di serahkan kepada DPR nya untuk
memperoleh persetujuan. Jika dewan telah menyetujui,maka dimintakanlah
pengesahan (ratifikasi) kepala negara,yang jika itu sudah di berikan,lalu di
umumkanyalah berlakunya perjanjian tersebut.[28]
Akibat dari perjanjaian
tersebut adalah apa yang di sebut dengan “Pakta Servanda” artinya bahwa
perjanjian mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Di samping itu para
pihak harus menaati serta menepati perjanjian yang mereka buat.[29]
IV.Yurisprudensi
Yurisprudensi memiliki
banyak pengertian menurut para ahli,antara lain:
Purmadi
Purbacaraka,S.H.: “Istilah yurisprudensi berasal dari kata
yurisprudentia(bahasa latin)yang berarti pengetahuan hukum(rechsgeleerdheid).
Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan
kata”yurisprudentia”dalam bahasa Perancis,yaitu peradilan tetap ataupun bukan
peradilan.
Kata yurisprudensi
dalam bahasa Inggris berarti teory ilmu hukum(algemeeme rechtsleer : General
theory of law),sedangkam untuk pengertian yurisprudensi di pergunakan
istilah-istilah case law atau judge Made Law.
Kata yurisprudensi
dalam bahasa Jerman berarti Ilmu Hukum dalam arti sempit,
Dari segi praktik
peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu di jadikam pedoman
hakim lain dalam menuntaskan kasus-kasus yang sama.[30]
Terdapat suatu sebab
dimana seorang hakim mempergunakan putusan lain,sebab-sebabnya ialah:
§ Pertimbangan
Psikologis
Karena keputusan hakim
mempunyai kekuatan/kekuasaan hukum,terutama keputusan pengadilan tinggi dan
Mahkamah Agung,maka biasanya hakim bawahan segan untuk tiddak mengikuti putusan
tersebut.
§ Pertimbangan
praktis
Karena dalam kasus yang
sama sudah pernah di jatuhkan putusan oleh hakim terdahulu,lebih-lebih apabila
putusan itu sudah di benarkan atai di kuatkan oleh Pengadilan Tinggi atau
MA.maka lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama.
§ Pendapat
yang sama
Karena hakim yang bersangkutan
sependapat dengan keputusan hakim yang lebih dulu,terutama apabila isi dan
tujuan undang-undang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sosial yang nyata
pada waktu kemudian,maka wajarlah apabila keputusan hakim lain tersebut
dipergunakan.
Adapun Yurisprudensi itu ada dua macam:
1. Yurisprudensi
tetap
Yurisprudensi tetap
adalah keputusan-keputusan hakim yang berulang kali dipergunakan pada
kasus-kasus yang sama. Jadi Yuurisprudensi tetap terjadi karena suatu rangkaian
keputusan-keputusan yang yang serupa atau karena beberapa keputusan yang di
beri nama standaardarresten,ialah keputusan MA yang menjadi dasar pengadilan
untuk mengambil keputusan. Contoh: pencurian tenaga alam/listrik yang di klaim
sama saja dengan mengambil hak milik orang lain.
2. Yurisprudensi
tidak tetap
Yurisprudensi tidak
tetap adalah yurisprudensi yang belum masuk menjadi yurisprudensi tetap.
Sedangkan Dasar hukumnya ialah :
§ Dasar
historys,yaitu secara historis di ikutinya oleh umum.
§ Adanya
kekurangan daripada hukum yang ada,karena pembuat UU tidak dapat
mewujudkan segala sesuatu dalam undang,maka yurisprudensi di gunakan untuk
mengisi kekurangan dari undang-undang.[31]
Lebih lanjut di
tegaskan bahwa apakah yurisprudensi itu merupakn sumber hukum,itu tergantung
apakah hukum-hukum itu mempunyai kekuatan mengikat. Jadi,jika keputusan hakim
itu mempunyai kekuatan yang mengikat maka barulah ia menjadi sumber hukum.[32]
V.Doktrin
Doktrin adalah pendapat
para sarjana hukum yang terkemuka yang besar terdhadap hakim,dalam mengambil
keputusannya.
Menurut Prof. Dr.
Sudikno M.S.H. Doktrin adalah pendapat para sarjana Hukum yang merupakan sumber
hukum temapat hakim dapat menemukan hukumnya. Seringkali terjadi bahwa hakim
dalam keputusanya menyebut sarjana hukum. Denagan demikian dapat di katakan
bahwa hakim menemukan hukumnya dalam doktrin itu. Doktrin yang demikian adalah
sumber hukum,ialah sumber hukum formil.
Doktrin yang belum di
gunakan hakim dalam mempertimbangkan kekuasaanya belum merupakan sumber hukum
formil. Jadi untuk dapat menjadi sumber hukum formil doktrin harus memenuhi
syarat tertentu ialah doktrin yang telah menjelma menjadi putusan hakim.
Sebagai sumber hukum
formil doktrin nampak dengan jelas pada hukum internasional,karena secara tegas
dinyatakan bahwa doktrin atau pendapat para sarjana hukum terkemuka adalah
sebagai salah satu sumber hukum formil (statute of the international court of justice
pasal 38 ayat 1) Yang termasuk sumber hukum formil hukum internasional adalah :
§ Perjanjian
Internasioanal.
§ Kebiasaan
internasional.
§ Asas-asas
hukum yang di akui oleh bangsa-bangsa beradab.
§ Keputusan
hakim
§ Pendapat
para sarjana hukum terkemuka.
[6] Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum.
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group) hal. 302-303.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....