Jumat, 21 Maret 2014

MAKALAH SUMBER HUKUM

Makalah Sumber Hukum
BAB I
PENDAHULUAN





















DAFTAR ISI





















BAB II
PEMBAHASAN

            Sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.[1]
Untuk ahli sejarah dan kemasyarakatan, hukum adalah gejala kemasyarakatan (sebagai bagian dari adat atau kebiasaan) yang menghendaki keterangan secara ilmiah.
Ahli filsafat dan ahli hukum praktis memandang hukum sebagai keseluruhan peratarun tingkah laku, hanya dengan perbedaan bahwa yang tersebut terakhir pada umumnya menerima peraturan-peraturan tersebut tanpa syarat apa-apa sebagai sumber kekuasaan, itupun bila disajikan dalam bentuk yang memenuhi syarat (yang berlaku formil), sedangkan ahli filsafat menghendaki titel kekuasaan itu.
            Menurut Sudikno,kata sumber hukum sering di gunakan dalam beberapa arti yaitu:[2]
1.      Sebagai asas hukum,sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,misalnya kehendak Tuhan,akal manusia jiwa bangsa dan sebagainya.
2.      Menunjukan hukum terdahulu yang memberi bahan kepada hukum sekarang yang berlaku,seperti hukum Perancis,hukum Romawi.
3.      Sebagai sumber berlakunya,yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum(penguasa,masyarakat)
4.      Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum,misalnya dokumen,undang-undang,lontar,batu bertulis,dan sebagainya.
5.      Sebagai sumber hukum;sumber yang menimbulkan aturan hukum.


a.       Sumber hukum dalam arti sejarah
Ahli sejarah menggunakan istilah sumber-sumber hukum dalam dua arti, yaitu :
·         Dalam arti sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen, inskripsi, literatur, dll. Kita daoat belajar mengenal hukum suatu bangsa pada waktu tertentu, misalnya undang-undang, keputusan hakim, piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum, tulisan-tulisan ahli hukum.
·         Dalam arti sumber-sumber dari mana pembentuk undang-undang memperoleh bahan dalam membentuk undang-undang, juga dalam arti sistem-sistem hukum, dari mana tumbuh suatu hukum positif suatu negara.
Code Civil merupakan sumber langsung yang terpenting dariKitab Undang-Undang Hukum Perdata Negeri Belanda. Hukum Germania, Romawi dan Kanonik adalah sumber tidak langsung yang terpenting dari hukum Perdata Belanda.[3]
Menurut Utrecht bagi seorang ahli sejarah penting sekali mengetahui bagaimana perkembangan hukum dalam sejarahnya. Untuk mengetahui perkembangan hukum tersebut,maka ia menggunakan du ajenis sumber:[4]
1.      Undang-undang serta sistim-sistim hukum tertulis dari suatu masa misalnya,abad ke-18 yang mungkin oleh pembuat undang-undang dari jaman sekarang di pergunakan ketika hukum untuk di jamin sekarang di tetapkannya.
2.      Terkecuali apa yang di sebut pada sub 1,harus juga ia mempergunakan sekalian dokumen-dokumen,surat-surat dan keterangan-keterangan yang lain dari masa itu pula dan yang memungkinkan ia mengetahui hukum yang sedang berlaku pada zaman tersebut.
Sejarah telah menyatakan hukum tiada putusnya. Hukum bersifat kontinue. Hukum dynamis tapimberubah sedikit demi sedikit. Perubahan itu yang terbesar sesuai dengan perubahan sosial. Di negeri kita dapat di nyatakan:sampai kini pada umumnya hanya hukum tatanegaralah yang sudah berubah,yaitu sejak sejak tanggal proklamasi kemerdakaan dan sejak tanggal penyerahan kedaulatan. Pembuat undang-undang dasar kita memperhatikan pula sifat kontinue dari hukum itu. Hal tersebut tercantum dalam pasal peralihan 142 U.U.D.S.[5]

b.      Sumber hukum dalam arti sosiologis
Sumber-sumber hukum berarti faktor-faktor yang benar-benar menyebabkan hukum benar-benar berlaku. Faktor-faktor tersebut adalah fakta-fakta dan keadaan yang menjadi tuntutan sosial untuk menciptakan hukum. Menurut penganut sosiologi hukum, baik legislator maupun hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam mengundangkan undang-undang dan memutus perkara. Tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, sosiolog hukum memandang bahwa hukum tidak lebih daripada kehendak penguasa.[6]

c.       Sumber hukum dalam arti filsafat
Sumber hukum mempunyai dua pengertian, yaitu :
Ø  Arti mengenai keadilan yang merupakan esensi hukum.
Menurut teori hukum kodrat yang rasionalistis, seperti yang diajarkan oleh Hugo de Groot dan para pengikutnya, sumber dari isi hukum adalah budi (rede).
Menurut pandangan yang lebih modern, yang diperkenalkan olehaliran historis dalam ilmu pengetahuan hukum, yang muncul di Jerman pada permulaan abad yang lalu, sebagai sumber isi hukum harus disebut kesadaran hukum suatu bangsa, atau dengan kata lain pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat mengenai apa yang disebut hukum.
Ø  Sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum
Bandingkan H. de Groot, Inleiding tot de Hollansche rechts geleertheyd I, 2, 5 : ,,Aengeboren wet in den mensche is het oordeel des verstands, te kennen ghevende wat zaken uit haer eighen aerd zijn, eerlick ofte oneerlick, met verbintenisse van Gods wegen om ‘t zelve te volgen”.
Menurut de Groot, sumber hukum adalah budi, sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan.[7]

d.      Sumber hukum menurut seorang ahli ekonomi
Bagi seorang ahli ekonomi, yang menjadi sumber hukumnya ialah apa yang nampak dilapangan penghidupan ekonomis. Misalnya sebelum pemerintah membuat peraturan yang bertujuan membatasi persaingan dilapangan dagang, maka ahli ekonomi harus mengetahui apa yang dirasa pasti dan dirasa tidak pasti mengenai persaingan itu.

e.       Sumber hukum menurut seorang ahli agama
Bagi seorang ahli agama, yang menjadi dasar-dasar hukum ialah kitab suci, seperti Al-Qur’an, Injil, Zabur, dll.

f.       Sumber hukum  menurut sarjana hukum
Perasaan hukum orang itu memuat suatu ″waardeoordeel″ tentang ″sociaal gebeuren″. Akan tetapi, sebelum dapat mengikat umum, maka hukum itu memerlukanbentuk (vorm). Selama belum mendapat suatu bentuk, maka hukum hanya merupakan suatu bayangan dalam perasaan hukum atau dalam pikiran orang saja. Bentuk hukum itu bermacam-macam, seperti undang-undang, adat dan kebiasaan, yurisprudensi, dan doktrina.
Bentuk-bentuk tersebut disebut sebagai sumber hukum formil (reachtsbron in formele zin). Sumber hukum formil adalah sebab (causa efficiens) berlakunya hukum.
Yang dipandang oleh sarjana hukum praktis hanyalah sumber hukum yang formil. Apabila perlu, ia baru memperhatikan sumber materiil hukum, yaitu perasaan hukum seseorang atau pendapat orang banyak (public opinion).

A.   Sumber-sumber hukum
Sumber-sumber hukum formil yang menjadi determinan formil membentuk hukum (formele determinanten van de rechtsvorming), menentukan berlakunya hukum. Sedangkan sumber-sumber hukum materiil yang menjadi determinan materiil membentuk hukum (materiele determinanten van de rechtsvorming), menentukan isi dari hukum. Sumber-sumber hukum yang formil adalah :
v  Undang-Undang
v  Adat dan Kebiasaan
v  Traktat
v  Yurisprudensi
v  Pendapat ahli hukum yang terkenal (doktrina)[8]
Sumber hukum materiil terdiri dari:
1.      Perasaan hukum seseorang atau pendapat umum.
2.      Agama.
3.      Kebiasaan
4.      Politik hukum daripada pemerintah.[9]

                               I.            Undang-undang
Undang-undang ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.[10]
“Undang-Undang” sering digunakan dalam 2 pengertian, yaitu Undang-Undang dalam arti formal dan Undang-Undang dalam arti material.
UU dalam arti formal adalah keputusan atau ketetapan yang dilihat dari bentuk dan cara pembuatannya disebut UU. Dilihat dari bentuknya, UU berisi konsideran dan diktum (amar putusan). Sementara dari cara pembuatannya, UU adalah keputusan atau ketetapan produk lembaga yang berwenang. Di Indonesia lembaga yang berwenang adalah Presiden dan DPR (UUDS 1950 psl 89, UUD 1945 psl 5 (1) jo. psl 20 (1), sementara di Amerika lembaga yang berwenang adalah Congress.
UU dalam arti material adalah keputusan atau ketetapan yang dilihat dari isinya disebut UU dan mengikat setiap orang secara umum. Dalam pengertian ini yang menjadi perhatian adalah isi peraturan yang sifatnya mengikat tanpa mempersoalkan segi bentuk atau siapa pembentuknya. UU dalam arti material sering juga disebut dengan peraturan (regeling) dalam arti luas. UU dalam arti formal tidak dengan sendirinya sebagai UU dalam arti material. Demikian sebaliknya.[11]
      Sumber hukum ini,demikian pula ketentuan hukumnya di buat oleh pemerintah dengan persetujuan para wakil masyarakat dengan mengingat kepentingan hidup bersama bagi seluruh anggotanya dalam lebensraum atau ruang kehidupan yang tertib,aman atau penuh kedamaian.
Sama halnya dengan sumbernya,kaidah hukum yang bersumber pada perundang-undangan ini harus berfungsi,yang dalam hal ini terdapat beberapa syarat yang harus di penuhi,yaitu:[12]
1)      Ketentuan atau peraturan mengenai bidang-bidang tertentu harus cukup sistematis,yang artinya tidak terdapat kesimpang-siuran ketentuan/peraturan hukum dalam bidang yang sama.
2)      Ketentuan atau peraturan hukum itu harus memiliki keselarasan,artinya baik secara hirarkis maupun secara horisontal tidak terdapat pertentangan.
3)      Adanya relevansi suatu ketentuan atau peraturan dengan dinamika sosial secara kualitatif dan kuantitatif peraturan atau ketentuan yang mengatur masalahnya yang tertentu itu memang benar-benar terpenuhi.
4)      Penerbitan ketentuan atau peraturan-peraturanya harus sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada atau yang telah di tetapkan.
5)      Hukum atau ketentuan/peraturan hukum harus merupakan penjelmaan dari jiwa dan cara berpikir masyarakat,atau ketentuan/peraturan hukum tersebut harus merupakan struktur rohaniyah suatu masyarakat,dimana setiap anggota akan benar-benar mematuhinya. 
Contoh undang-undang dalam arti formil :
û  Undang-Undang Dasar pasal 6 baris 2 : ″naturalisasi dilakukan dengan atau berdasarkan undang-undang″.
û  Undang-Undang Dasar pasal 32 baris 1 : ″perwalian raja yang belum dewasa, diatur dengan undang-undang dan wali, atau wali-walinya diangkat dengan undang-undang″. Lihat juga pasal 37 (pengangkatan wali raja dengan undang-undang).
û  Undang-Undang Dasar pasal 126 : ″Rencana segala pengeluaran Negara ditetapkan oleh Undang-Undang dan ditunjuknya pula alat-alat untuk menutupinya″.

Selanjutnya Undang-Undang dapat dibagi menjadi Undang-Undang tingkatan lebih tinggi dan Undang-Undang tingkatan lebih rendah. Jadi ada hierarchie dalam undang-undang. Susunan tingkat undang-undang adalah sebagai berikut :
·         Undang-Undang dalam arti formil
·         Algemence Maatregelen van Bestuur
·         Peraturan-peraturan propinsi
·         Peraturan-peraturan kota praja
Yang tingkatannya sederajat dengan itu adalah peraturan-peraturan daerah-daerah (waterschappen), veenschappen dan veenpolders.
Undang-Undang Dasar pasal 124 : ″Segala usul undang-undang yang diterima oleh Staten-General dan disetujui oleh Raja, memperoleh kekuatan undang-undang dan diumumkan oleh Raja. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.″
Arti pasal UUD diatas adalah : jika suatu peraturan memenuhi syarat-syarat formil yang diharuskan oleh Undang-Unsang Dasar untuk undang-undang dalam pasal 124 baris 1, maka baik hakim maupun kekuasaan lain dalam negara tidak berhak untuk tidak melakukan undang-undang yang demikian dengan alasan bahwa undang-undang itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Hakim tak berhak menguji undang-undang biasa pada Undang-Undang Dasar.
Di Belgia dan Prancis sistem itu diterima oleh pengadilan, walaupun konstitusi tidak menyebutkan sesuatu tentang hal itu. Akan tetapi didalam doktrin dikedua negara tersebut terdapat aliran keras yang menyokong adanya hak menguji oleh hakim.
Di Amerika Serikat, sejak lama hakim melakukan hak menguji dan tidak melakukan undang-undang yang menurut pandangannya bertentangan dengan konstitusi.
»       Undang-Undang dalam arti formil
Kekuasaan untuk mengeluarkan undang-undang dalam arti formil menurut pasal 115 Undang-Undang Dasar, terletek pada Raja dan Staten-Generaal.

Cara bagaimana undang-undang terbentuk, diatur dalam pasal 112-114Undang-Undang Dasar dan dalam Peraturan tata tertib kedua Kamer Staten-Generaal.

Hak untuk mengadakan usul undang-undang (hak inisiatif) adalah hak Raja (Undang-Undang Dasar, pasal 113) dan Staten-Generaal (pasal 119). Dalam hal yang terakhir, pengajuan usul semata-mata terletak pada Tweede Kamer. Hanya Tweede Kamer. Hanya Tweede Kamer dan bukan Eerste Kamer yang dapat mengadakan usul (Undang-Undang Dasar pasal 120).

Jalannya perundang-undangan secara garis besar adalah, pertama, undang-undang dirancang didepartemen mentri. Selanjutnya rencana undang-undang dibicarakan  dalam dewan mentri, dikirim ke Raad van State untuk nasehat (Undang-Undang Dasar pasal 77), rencana baik secara tulisan (dengan pesan Raja) maupun secara lisan (oleh komisi yang ditunjuk Raja) diajukan pada Tweede Kamer sebagai usul undang-undang (Undang-Undang Dasarpasal 113), ditambah dengan Memorie Penjelasan dari materi yang bersangkutan. Pemeriksaan usul tersebut (Undang-Undang Dasar pasal 114) dalam seksi-seksi Tweede Kamer baik dengan atau tidak dengan Pemeriksaan oleh suatu komisi (komisi persiapan, komisi khusus). Pengiriman Laporan Sementara kepada pemerintah yang memuat peringatan-peringatan yang dihasilkan oleh penilikan dalam seksi. Jawaban materi yang bersangkutan dalam Memorie Jawaban, yang disertai atau tidak disertai nota perubahanatau rencana yang diubah. Pembicaraan terbuka mengenai usul tersebut di Tweede Kamer, yang dimulai dengan pandangan umum, kemudian pembicaraan pasal demi pasal dimana Kamer berhak mengadakan perubahan dalam rencana undang-undang (Undang-Undang Dasar pasal 115, hak amandemen), sesudah pemungutan suara mengenai pasal-pasal tersendiri, diadakan pemungutan suara terakhir mengenai seluruh rencana. Jika diterima dikirim kepada Eeste Kamer. Garis besar pembicaraan di Eeste Kamer sama dengan di Tweede Kamer, tetapi tidak dengan pemungutan suara mengenai pasal-pasal tersendiri, karena Eeste Kamer tidak mempunyai hak amandemen. Selama Eeste Kamer belum memberikan keputusan, maka Raja tetap berhak untuk menarik kembali usul yang diajukannya (Undang-Undang Dasar pasal 118).

Berdasarkan pasal 124 Undang-Undang Dasar ,Raja wajib mengumumkan undang-undang. Cara mengumumkannya menurut pasal 74Undang-Undang Dasar, harus dilakukan dengan undang-undang. Disini, undang-undang sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar, dipakai dalam arti formil.

Peraturan ini terjadi ketika Willem 1 masih memerintah sebagai Raja yang mutlak. Perbedaan antara undang-undang dan besluit pada waktu itu belum ada. Jadi segala yang berasal dari raja yang berdaulat disebut undang-undang atau besluit.

Dengan besluit itu dibentuk ″Staatsblad de Vereenigde Nederlanden″,dan ditentukan juga bahwa didalamnya harus memuat segala undang-undang, proklamasi, pengumuman dan selanjutnya keputusan-keputusan dari yang berdaulat, dimana pengumumannya dipandang perlu atau berfaedah.

Sebelum 1863, direktur kabinet Raja mengurus pengumuman. Karena ia tidak bertanggung jawab pada Staten-Generaal, maka dengan keputusan Raja tgl 22 Desember 1863 penyelenggaraan pengundangan itu ditugaskan kepada menteri kehakiman. Undang-undang itu setelah ditandatangani oleh Raja dan mentri yang bersangkutan, dikirimkan kepada mentri kehakiman tersebut. Mentri kehakiman wajib mengurus agar undang-undang segera dimasukkan dalam lembaran negara dan membubuhi undang-undang dengan catatan yang ditandatangani yang memuat hari, bulan, dan tahun pengeluaran. Karena pengumuman itu maka undang-undang jadi bersifat mengikat.



Kekuatan mengikat undang-undang dapat berakhir karena suatu sebab yang terletak dalam undang-undang itu sendiri, yakni bila ia sendiri menentukan masa berlakunya atau karena sebab yang terletak diluar undang-undang itu sendiri, yaitu karena dihapuskan.[13]

»        Algemene Maatregelen van Bestuur
A.M.v.B. adalah keputusan Raja,akan tetapi tidak tiap-tiap keputusan Raja adalah A.M.v.B.
Keputusan Raja adalah tiap-tiap keputusan yang di keluarkan oleh Raja sendiri,artinya di luar Staten General.
A.M.v.B. ialah keputusan Raja,dengan mana Raja memberikan peraturan-peraturan mengikat secara umum.
Secara formil A.M.v.B. dari keputusan-keputusan Raja lainya adalah,bahwa Raja harus meminta nasehat Raad van State sebelum ia menetapakanya(Undang-undang Dasar 77). Kekuasaan Raja untuk menetapkan A.M.v.B. itu dalam hal di batasi oleh Undang-undang dasar:
1.      Terhadap sejumlah perkara Undang-undang Dasar menghendaki,agar A.M.v.B. di atur dengan undang-undang dalam arti kata formil.
2.      Oleh pas.57 U.U.D. menurut pasal ini peraturan-peraturan yang harus di pertahankan dengan hukuman,tak dapat di bentuk dengan A.M.v.B. selain berdasarkan kekuatan undang-undang. Jika Raja menghendaki sanctie dengan ancaman hukuman atas A.M.v.B. yang di tetapkannya,maka untuk penetapannya di butuhkan kuasa undang-undang dalam arti formil. Dan hukuman yang di ancamkan harus di atur dengan undang-undang.
Sebaliknya orang menerima,bahwa Raja dengan A.M.v.B. dapat juga mengatur hal-hal,untuk mana undang-undang Dasar menuntut dalam arti formil,asal saja di beri kuasa oleh undang-undang untuk menetapakan peraturan yang demikian.A.M.v.B. adalah undang-undang yang tingkatnya lebih rendah daripada undang-undang dalam arti formil. Jadi ia tidak beloh bertentangan dengan undang-undang. Jika A.M.v.B. itu bertentangan dengan undang-undang,maka hakim tidak boleh melakukannya,baik bila Raja mengatur apa yang tak boleh di aturnya dengan tindakan umum,maupun bila isi tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang. Cara mengumumkan A.M.v.B.dan saat mulai mengikatnya,harus di atur,berdasarkan pasal 74 Undang-undang dasar,dengan undang-undang.
Undang-undang itu ialah undang-undang tentang.26 april 1852(stbl.no.92) terakhir di ubah dengan undang-undang ttg.26 juli 1918(stbl.no.499).[14]

»       Peraturan-peraturan Propinsi

Sebelum tahun 1978,,provicinciale Staten”adalah berdaulat dan sebagai demikian,melakukan kekuasan pembentuk undang-undang. Tata negara tahun 1798 tidak hanya melenyapkan kedaulatan propinsi,melainkan juga melenyapkan propinsi-propinsi itu sendiri,yang di ganti dengan departmen yang di beri nama dan batas yang lain. Pemerintahan-pemerintahan departmen tak mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang. Namun hak untuk membentuk undang-undang sendiri untuk mengatur kepentingan-kepentingan sendiri masih berlaku.
Pada tahun 1806 Undang-undang Dasar Holland di bawah pengaruh Perancis memasukan kembali sistem sentralisasi,sehingga tidak ada pembentukan Undang-undang dari pemerintah Departmen. Tapi pada tahun 1814 mengembalikan otonomi dari propinsi-propinsi,sejak itu otonomi terus berlangsung.
Undang-undang Dasar,pasal 136:peraturan dan pemerintahan rumah tangga propinsi di berikan kepada staten. Staten dapat membentuk peraturan-peraturan yang di anggap perlu untuk keperluan propinsi. Namun peraturan-peraturan tersebut harus di setujui oleh Raja,setelah mendengar kepada,,Raad van State”. Adapun kekuasaan dalam pembentukan undang-undang di atur dalam bab ke 4 dari Undang-undang Dasar,dan di perluas dalam Undang-undang propinsittg.6 juli 1850(stbl.no.39).Jadi undang-undang yang di bentuk  oleh,,Prov.Staten”disebut,,verordeningen” atau juga ,,reglementen”.
Denagan jalan verordening, ,,Prov.Staten”hanya dapat mengatur hal-hal tentang mana tidak di adakan peraturan oleh kekuasaan yang lebih tinggi,artinya oleh Raja atau Raja bersama-sama dengan,,Staten General”. Namun apabila dalam peraturan-peraturan tersebut terdapat pertentangan dengan undang-undang atau A.M.v.B. maka menurut hukum peraturan itu tidak berlaku lagi(Undang-undang propinsi pasal 142).
Staten dapat juga menghubungkan sanctie pada peraturan-peraturannya: Staten boleh mengancam hukuman terhadap pelanggaran,setinggi-tingginya 12 hari kurungan atau denda  f 75,(Undang-undang ttg.25 Mei 1880,stbl.no.86).[15]
»        Peraturan Kotapraja
Sebelum tahun 1798,undang-undang setempat,undang-undang pelbagai daerah memegang peranan yang penting. Namun dalam tahun 1798,Revolusi mengakhiri otonomi tersebut dan mencabut segala kemerdekaan kotapraja,dan di berikan kekuasaan lagi pada tahun 1801. Tapi pada masa Lodewijk Napoleon,pemerintahan kotapraja kehilangan kekuasaannya lagi dan hidup kembali pada tahun 1814(pasal 94). Berdasarkan otonominya,pemerintah kotapraja berhak membentuk peratura-peraturan untuk kepentingan kotapraja.
Undang-undang Dasar,pasal 146:peraturan dan pimpinan rumah tangga kotapraja di serahkan pada dewannya.
Menurut Undang-undang dasar.hak membentuk undang-undang dalam kotapraja terletak pada dewan. Hal itu di atur dalam bab 4 dari Undang-undang Dasar,yang kemudian di atur lebih lanjut dalam Undang-undang kotapraja ttg.29 juni1851(stbl.no.85),yang banyak diubah dengan undang-undang ttg.31 januari 1931(stbl.no.41). Undang-undang Kotapraja(pasal 169)menentukan,bahwa Dewan dalam batas-batas yang  tertentu dapat menyerahkan hak membentuk undang-undangnya pada Burgmeester dan Wethouders berhak membentuk peraturan-peraturan selanjutnya,mengenai hal-hal yang tertentu yang di tunjuk dalam verordeningen tersebut.[16]
Peraturan-peraturan yang di buat oleh Kotapraja juga harus di setujui oleh Raja,dan apabila peraturannya telah mendapat persetujuan Raja tetapi bertentangan dengan Undang-undang atau kepentingan umum,maka ia dapat di batalkan oleh Undang-undang dalam arti formil.
Terhadap pelanggaran-pelanggaran peraturannya,dewan boleh mengancamkan hukuman  kurungan setinggi-tingginya 2 bulan atau denda f 300,(Undang-undang Kotapraja pasal 195). Salinan peraturan-peraturan pidana tersebut harus di berikan kepada,,Gedeputeerde Staten”dalam 8 hari setelah ia di tetapkan. Dengan demikian maka Gedeputeerde Staten mempunyai kesempatan untuk memeriksa adakah peraturan yang bertentangan dengan undang-undang atau kepentingan umum dan jika perlu,meminta supaya Raja membatalkannya.


                            II.            Adat dan Kebiasaan
Peranan kebiasaan dalam kehidupan hukum pada masa sekarang ini memang sudah banyak merosot. Sebagaimana telah kita ketahui,ia tidak lagi merupakan sumber yang penting sejak ia di desak oleh perundang-undangan dan sejak sistem hukum semakin di dasarkan pada hukum perundang-undangan atau jus scriptum.[17]
Kebiasaan dan adat merupakan sumber kaidah. Bagi kita orang Indonesia,kebiasaan dan adat tidak sama.[18] Untuk itu akan kami jelaskan mengenai kebiasaan terlebih dahulu.
Prof Dr.Sudikno,S.H. dalam bukunya”Mengenal Hukum”menguraikan bahwasanya kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang ajeg,tetap,normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan tertentu. Pergaulan hidup ini merupakan ingkungan yang sempit seperti desa,tetapi dapat luas juga yakni meliputi masyarakat negara yang berdaulat. Perilku yang tetap atau ajegberarti merupakan perilaku manusia yang di ulang. Perilaku yang di ulang itu mempunyai kekeuatan normatif,mempunyai kekeuatan mengikat. Karena di ulang oleh banyak orang maka mengikat orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama,karenanya menimbulkan keyakinan atau kesadaran,bahwa hal itu memang patut di laksanakan:bahwa itulah adat.[19]
Menurut Sudikno,timbulnya kebiasaan sebagai sumber hukum di perlukan beberapa syarat tertentu :[20]
§  Syarat materiil
Adanya tingkah laku yang di lakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu(longe et inventarata consuetindo).
§  Syarat intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan(opinio necessitatis).
§  Adanya akibat hukum apabila hukum itu di langgar.
    Sedangkan hukum kebiasaan menurut Utrech ialah himpunan kaidah-kaidah yang walaupun tidak di tentukan badan perundang-undangan dalam suasana,,werkelijkheid”di taati juga karena orang sanggup menerima kaidah itu sebagai hukum. Dengan demikian hukum kebiasaan itu kaidah yang walupun tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan,masih juga kuatnya sama dengan hukum tertulis. Apalagi bilamanakaidah tersebut menerima perhatian dari pihak pemerintah.[21]      
Umumnya para sarjana hukum(pelajaran klasik)beranggapan supaya hukum kebiasaan di taati maka harus ada dua syarat yang harus di penuhi:[22]
1.      Sesuatu perbuatan yang tetap di lakukan orang.
2.      Keyakinan bahwa perbuatan itu harus di lakukan karena telah merupakan suatu kewajiban hukum.(opinio necessitataris).
Menurut Apeldorn yang pertama bersifat mateeril dan yang kedua bersifat psykologis(bukan psykologis perseorangan melainkan psykologis golongan).[23]kebiasaan itu bemacam-macam yakni:
§  Kebiasaan rakyat.
§  Kebiasaan golongan.
§  Kebiasaan yurisprudensi
Perbandingan antara hukum kebiasaan dan undang-undang
Hukum kebiasaan memiliki kelemahan antara lain:[24]
§  Hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat di rumuskan secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya.
§  Tidak terjaminnya kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena hukum kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam
Karena memiliki kelamahan inilah maka pada abad ke-18 terjadi gerakan kodifikasi di Perancis dan negeri Belanda pada tahun 1838 yang di namakan kodifikasi BW.
Di antara hukum kebiasaan dan undang-undang memiliki persamaan dan perbedaan,adapun persamaanya yakni:[25]
§  Kedua-keduanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat dalam masyarakat.
§  Kedua-duanya merupakan perumusan kesadaran hukum suatu bangsa.
Adapun perbedaanya yaitu:
§  UU merupakan keputusan pemerintah yang di bebankan orang,subyek hukum. Kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan.
§  UU lebih menjamin kepastian daripada hukum kebiasaan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan yang sewenag-wenang yang berarti bahwa juga dapat di tetapkanya hukum dalam hukum konkrit dan oleh karenanya menyebabkan timbulnya hasrat untuk mencatat hukum kebiasaan. Sebagian ketentuan dari UU berasal dari kebiasaan.
Setelah kita mempelajari hukum kebiasaan,sekarang akan kita pelajari tentang hukum adat. Hukum adat itu termasuk dalam kebiasaan. Kadang-kadang kebiasaan itu di sebut dengan adat,dan memang kata “adat” berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan. Dari sini kemudian dalam perkembanganya menimbulkan hukum adat.
Hukum adat adalah terjemahan dari “adatrecht” yang pertama kali di kenalkan oleh Snouck Hurgronye dalam bukunya “de Acehers” pada tahun 1893 kemudian di gunakan oleh van Vollenhoven yang di kenal sebagai penemu hukum adat dan penulis buku “Het Adatrecht Van Nederlandsch-indie.
Sedangkan adat-istiadat adalah peraturan-peraturan kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Pada umumnya adat istiadat itu bersifat agak sakral(sesuatu yang suci)serta merupakan tradisi.[26]
Sementara itu Utrecht membedakan hukum adat dan kebiasaan sebagai berikut:[27]
§  Hukum adat asal-usulnya bersifat sakral. Hukum adat berasal dari kehendak nenek moyang,agama,dan tradisi rakyat,seperti di pertahankan dalam keputusan para penguasa adat. Sedangkan kebiasaan yang di pertahankan para penguasa yang tidak termasuk lingkungan perundang-undangan,bagian besarnya ialah kontra antara bagian barat dan timur. Tetapi hukum kebiasaan ini dapat di resepsi dalam hukum Indonesia nasional sebagai yang asli.
§  Hukum adat bagian besarnya terdiri atas kaidah-kaidah yang tidak tertulis,tetapi ada juga hukum adat yang tertulis. Sedangkan kebiasaan semuanya terdiri dari kaidah yang tidak tertulis.
III.Traktat
Perjanjian yang di adakan antara dua negara atau lebih biasanya memuat peraturan-peraturan hukm,itulah yang di sebut Traktat.
Ada beberapa jenis traktaat:
§  Traktaat Bilateral,yakni traktat yang terjadi antara dua negara saja.contoh: perjanjian antara Indonesia dan Papua Nugini dalam hal perbatasan kekuasaan.
§  Traktaat multilateral,yakni traktat yang di buat oleh lebih dari dua negara. Contoh: kerjasama dalam bidang pertahanan seperti NATO.
§  Traktat kolektif,yakni suatu traktat multirateral yang membuka kesempatan bagi mereka yang tidak ikut dalam perjanjian itu untuk menjadi anggotanya. Contoh: PBB.
Menurut pendapat klasik,ada empat tingkatan untuk terjadinya suatu traktaat:
§  Penetapan.
§  Persetujuan DPR.
§  Ratifikasi kepala negara.
§  pengumuman
Dengan penetapan di maksudkan sebagai konsep persetujuan yang telah di capai bersama-sama oleh masing-masing utusan. Lalu konsep itu di serahkan kepada DPR nya untuk memperoleh persetujuan. Jika dewan telah menyetujui,maka dimintakanlah pengesahan (ratifikasi) kepala negara,yang jika itu sudah di berikan,lalu di umumkanyalah berlakunya perjanjian tersebut.[28]
Akibat dari perjanjaian tersebut adalah apa yang di sebut dengan “Pakta Servanda” artinya bahwa perjanjian mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Di samping itu para pihak harus menaati serta menepati perjanjian yang mereka buat.[29]
            IV.Yurisprudensi
Yurisprudensi memiliki banyak pengertian menurut para ahli,antara lain:
Purmadi Purbacaraka,S.H.: “Istilah yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia(bahasa latin)yang berarti pengetahuan hukum(rechsgeleerdheid). Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata”yurisprudentia”dalam bahasa Perancis,yaitu peradilan tetap ataupun bukan peradilan.
Kata yurisprudensi dalam bahasa Inggris berarti teory ilmu hukum(algemeeme rechtsleer : General theory of law),sedangkam untuk pengertian yurisprudensi di pergunakan istilah-istilah case law atau judge Made Law.
Kata yurisprudensi dalam bahasa Jerman berarti Ilmu Hukum dalam arti sempit,
Dari segi praktik peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu di jadikam pedoman hakim lain dalam menuntaskan kasus-kasus yang sama.[30]
Terdapat suatu sebab dimana seorang hakim mempergunakan putusan lain,sebab-sebabnya ialah:
§  Pertimbangan Psikologis
Karena keputusan hakim mempunyai kekuatan/kekuasaan hukum,terutama keputusan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung,maka biasanya hakim bawahan segan untuk tiddak mengikuti putusan tersebut.
§  Pertimbangan praktis
Karena dalam kasus yang sama sudah pernah di jatuhkan putusan oleh hakim terdahulu,lebih-lebih apabila putusan itu sudah di benarkan atai di kuatkan oleh Pengadilan Tinggi atau MA.maka lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama.
§  Pendapat yang sama
Karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim yang lebih dulu,terutama apabila isi dan tujuan undang-undang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sosial yang nyata pada waktu kemudian,maka wajarlah apabila keputusan hakim lain tersebut dipergunakan.
                                    Adapun Yurisprudensi itu ada dua macam:
1.      Yurisprudensi tetap
Yurisprudensi tetap adalah keputusan-keputusan hakim yang berulang kali dipergunakan pada kasus-kasus yang sama. Jadi Yuurisprudensi tetap terjadi karena suatu rangkaian keputusan-keputusan yang yang serupa atau karena beberapa keputusan yang di beri nama standaardarresten,ialah keputusan MA yang menjadi dasar pengadilan untuk mengambil keputusan. Contoh: pencurian tenaga alam/listrik yang di klaim sama saja dengan mengambil hak milik orang lain.
2.      Yurisprudensi tidak tetap
Yurisprudensi tidak tetap adalah yurisprudensi yang belum masuk menjadi yurisprudensi tetap.
                                    Sedangkan Dasar hukumnya ialah :
§  Dasar historys,yaitu secara historis di ikutinya oleh umum.
§  Adanya kekurangan daripada hukum yang ada,karena pembuat  UU tidak dapat mewujudkan segala sesuatu dalam undang,maka yurisprudensi di gunakan untuk mengisi kekurangan dari undang-undang.[31]

Lebih lanjut di tegaskan bahwa apakah yurisprudensi itu merupakn sumber hukum,itu tergantung apakah hukum-hukum itu mempunyai kekuatan mengikat. Jadi,jika keputusan hakim itu mempunyai kekuatan yang mengikat maka barulah ia menjadi sumber hukum.[32]

            V.Doktrin
Doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang besar terdhadap hakim,dalam mengambil keputusannya.
Menurut Prof. Dr. Sudikno M.S.H. Doktrin adalah pendapat para sarjana Hukum yang merupakan sumber hukum temapat hakim dapat menemukan hukumnya. Seringkali terjadi bahwa hakim dalam keputusanya menyebut sarjana hukum. Denagan demikian dapat di katakan bahwa hakim menemukan hukumnya dalam doktrin itu. Doktrin yang demikian adalah sumber hukum,ialah sumber hukum formil.
Doktrin yang belum di gunakan hakim dalam mempertimbangkan kekuasaanya belum merupakan sumber hukum formil. Jadi untuk dapat menjadi sumber hukum formil doktrin harus memenuhi syarat tertentu ialah doktrin yang telah menjelma menjadi putusan hakim.
Sebagai sumber hukum formil doktrin nampak dengan jelas pada hukum internasional,karena secara tegas dinyatakan bahwa doktrin atau pendapat para sarjana hukum terkemuka adalah sebagai salah satu sumber hukum formil (statute of the international court of justice pasal 38 ayat 1) Yang termasuk sumber hukum formil hukum internasional adalah :
§  Perjanjian Internasioanal.
§  Kebiasaan internasional.
§  Asas-asas hukum yang di akui oleh bangsa-bangsa beradab.
§  Keputusan hakim
§  Pendapat para sarjana hukum terkemuka.



[1]  Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group) hal. 301.
[2] Budi Ruhiatudin,S.H.,M.Hum.Pengantar Ilmu Hukum,(Yogyakarta:penerbit Teras:2009)hal.29.30.
[3]  L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT Pradnya Paramita) hal. 75-76.
[4] E. Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta : Ichtiar)  hal.113.
[5] Ibid,hal.114.
[6]  Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group) hal. 302-303.
[7]  L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT Pradnya Paramita) hal. 76-77.
[8]  E. Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta : Ichtiar)  hal. 115-118.
[9] B.S Pramono,Pokok-pokok Pengantar Ilmu Hukum,(Surabaya:Usaha Nasional)hal.101.
[10] My blog:sumber hukum
[11] Sumber-sumber hukum/pustaka sekolah.com
[12] Rien G Kartasapoetra,S.H.Pengantar Ilmu Hukum Lengkap(Bandung:Bina Aksara)hal.18.
[13]  L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT Pradnya Paramita) hal. 81-88.
[14] L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT Pradnya Paramita) hal.93-94.
[15] Ibid.hal.95-96.
[16] Ibid.hal.98.
[17] Prof.Dr.Satjipto Rahardjo,S.H.,Ilmu Hukum(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti:1996)hal.108.
[18] E. Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta : Ichtiar)  hal.133.
[19] R.Soeroso,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta:Sinar Grafika:2009)hal.150.
[20] Ibid hal.151.
[21] E. Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta : Ichtiar)  hal.142.
[22] Ibid.hal.143.
[23] L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT Pradnya Paramita) hal.113.
[24] R.Soeroso,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta:Sinar Grafika:2009)hal.155.
[25] Ibid.hal.156.
[26] Ibid.hal157.
[27] Ibid.hal.110.
[28] Ibid.hal.110-111.
[29] R.Soeroso,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta:Sinar Grafika:2009)hal.171.
[30] Ibid.hal.159-160.
[31] Ibid.hal.161-164.
[32] R.Soeroso,S.H.,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta:Sinar Grafika:2009)hal.112.


1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus