Penafsiran hukum
Adalah memperjelas, mempertegas dan
memperluas maksud suatu hukum dengan cara yang pasti sehingga tercipta suatu
keadilan seperti yang dimaksud oleh hukum itu.
Terdapat beberapa batasan hakim
dalam menafsirkan UU (menurut Logemann):
Hakim harus tunduk pada kehendak
pembuat UU seperti yang terletak pada peraturan perUUan yang ada
Jika kehendak itu tidak bisa
diketahui begitu saja, maka hakim harus mencarinya pada sejarah kata-kata
tersebut
Hakim wajib mencari kehendak pembuat
UU, karena ia tidak dapat membuat tafsiran yang tidak sesuai dengan kehendak
itu. maksud tersebut dapat diterima sebagai sesuatu yang logis menurut akal.
Polak mengemukakan bahwa cara
menafsirkan UU ditentukan:
Materinya, adalah obyek dari
peraturan perUUan tersebut
Tempat dimana perkara itu timbul,
dengan maksud kehendaknya dengan memperhatikan kebiasaan setempat
Waktunya, yakni berlaku atau
tidaknya peraturan hukum yang hendak digunakan.
Terdapat beberapa macam penafsiran
yang dikenal dalam ilmu hukum:
› Penafsiran
gramatikal, adl penafsiran dengan mendasarkan pada bunyi ketentuan UU. Dalam
hal ini hakim dapat meminta bantuan ahli bahasa.
› Penafsiran
sistematis/logis adl menafsirkan UU sebagai keseluruhan sistem peraturan
perUUan dengan cara menghubungkan antara satu peraturan dengan peraturan lain.
Penafsiran
sejarah:
› Penafsiran
menurut sejarah hukum adalah penafsiran dengan menyelidiki asal-usul itu dari
suatu sistem hukum yang dahulu pernah berlaku dan sekarang tidak lagi berlaku.
Cth: BW sejarahnya adalah Code Civil Perancis.
› Penafsiran
menurut sejarah penetapan suatu ketentuan perUUan. Adalah dengan menyelidiki
maksud pembuat UU menetapkan peraturan tersebut.
› Penafsiran
sosiologis atau teleologis adalah penafsiran jika makna UU itu ditetapkan
berdasarkan tujuan kemasyarakatan, dimana penafsiran ini menyesuaikan keadaan
masyarakat yang semakin berkembang.
› Cth:
pasal 362 KUHP adl larangan mencuri “barang” milik orang lain. Barang adalah
segala yang dapat dilihat, dirasa dan diraba secara riil. Dan saat itu listrik
belum termasuk barang.
› Dalam
hal ini penafsiran sosiologis berlaku terhadap listrik yang dianggap “barang”
karena listrik mempunyai nilai. Maka “barang siapa menggantol maka mencuri
listrik”
› Penafsiran
Otentik
› Bisa
juga disebut degnan penafsiran resmi atau sahih merupakan penafsiran yang pasti
terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk UU.
› Penafsiran
ini merupakan satu-satunya penafsiran yang dilakukan oleh pembuat UU
(DPR) sehingga bersifat mengikat.
› Cth
pengertian “malam” pasal 98 KUHP adalah: waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit.
› Penafsiran
ekstensif
› Adalah
memberi tafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata dalam suatu peraturan
sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan dalam pengertian tersebut.
› Contoh:
“listrik” yang dimasukkan pada “barang”
› Penafsiran
restriktif
› Adalah
penafsiran yang bersifat membatasi atau mempersempit makna. Contoh
“kerugian” tidak bisa ditafsirkan dengan kerugian tak berujud seperti sakit,
cacat, dsb.
› Penafsiran
analogi
› Adalah
memberikan kiasan atau ibarat pada kata-kata hukum sesuai dengan asas hukumnya.
Pada prinsipnya analogi hanya berlaku untuk hukum perdata tidak dalam pidana
karena ada pasal 1 KUHP.
› Penafsiran
a contrario
› Cara
menafsirkan UU yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang
dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal. Penafsiran ini
ditarik kesimpulan bahwa soal yang dihadapi itu tidak diliputi oleh pasal yang
dimaksud.
› Contoh:
pasal 34 BW “perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum lewat 300 hari
setelah perkawinan terdahulu putus. Timbul persoalan bagaimana dengan
laki-laki? Tentu tidak, karena pasal 34 khusus ditujukan bagi perempuan
dan tidak menyebutkan apapun tentang laki-laki.
Penemuan hukum
¨ Adalah proses
pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi
tugas untuk penerapan hukum umum terhadap peristiwa hukum konkret.
¨ Sudikno Mertokusumo
membedakan antara penemuan hukum dengan pelaksanaan hukum, penerapan hukum,
pembentukan hukum, dan penciptaan hukum.
¨ Pelaksanaan hukum =
menjalankan hukum tanpa adanya sengketa atau pelanggaran
¨ Penerapan hukum =
menerapkan hukum yang abstrak sifatnya pada peristiwanya.
¨ Pembentukan hukum adalah
merumuskan peraturan-peraturan hukum yang berlaku umum bagi setiap orang.
¨ Penciptaan hukum =
penciptaan hukum kesannya dari tidak ada menjadi ada.
¨ Ajaran penemuan hukum
pada abad 19 telah di kenal dengan ajaran hermeneutik yuridis atau
ilmu penafsiran hukum. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa penemuan hukum
adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum yang bersifat
umum dengan peristiwa konkret tertentu.
¨ Salah satu sumber hukum
adalah yurisprudensi atau putusan hakim dimana diakui sebagai sumber hukum
formal, oleh karena itu pekerjaan hakim merupakan faktor pembentukan hukum.
¨ Oleh karena UU tidak
selalu lengkap, maka hakim berperan sebagai pembentuk hukum dalam hal dimana UU
tidak mengaturnya.
¨ Karena UU tidak selalu
lengkap, maka hakim harus bertindak selaku pembentuk hukum untuk menyelesaikan
perkara yang terjadi. Dengan kata lain menurut Van Apeldoorn:
¨ Hakim harus
menyesuaikan UU dengan hal yang konkret karena peraturan tidak
dapat mencakup segala peristiwa hukum yang timbul dalam masyarakat
¨ Menambah UU bila
diperlukan
¨ Oleh karena hakim
karena tugasnya dapat menentukan mana yang hukum dan mana yang tidak, maka Paul
Scholten mengatakan bahwa hakim juga melakukan rechtsvinding (menemukan
hukum). Penegakkan dan pelaksanaan hukum seringkali merupakan penemuan
hukum bukan hanya menerapkan hukum.
¨ Dalam penemuan hukum
terdapat dua aliran, yaitu:
¨ Aliran progresif
¨ Aliran ini berpendapat
bahwa hukum dan peradilan merupakan alat untuk perubahan sosial
¨ Aliran konservatif
(klasik)
¨ Aliran ini berpendapat
bahwa hukum dan peradilan itu hanyalah untuk mencegah kemerosotan moral dan
nilai-nilai lain.
¨ Dalam penemuan hukum,
hakim sepenuhnya tunduk pada UU. Pembentuk UU membuat peraturan umumnya,
sedangkan hakim hanya mengkonstatir bahwa UU dapat diterapkan pada
peristiwanya, kemudian hakim menerapkan menurut bunyi UU.
¨ Disini hakim tidak
menjalankan fungsi yang mandiri dalam menerapkan UU terhadap peristiwa hukum
konkrit. Hakim hanyalah corong UU (bouche de la loi) yang tidak
dapat mengubah atau menambah UU.
¨ Hal ini sesuai dengan
pandangan Montesquieu bahwa pembentuk UU adalah satu-satunya sumber hukum
positif (paham legisme hukum). Dan demi kepastian hukum , kesatuan hukum dan
kebebasan warganya yang terancam oleh tindakan sewenang-wenang hakim, maka
hakim harus tunduk pada UU.
¨ Montesquieu adalah
salah satu bapak paham legisme , dimana hanya mengakui hukum posotif
yang menjadu sumber hukum.
¨ Terdapat beberapa
kelebihan dan kekurangan dari paham ini.
¨ Dalam hal ini alur
berfikir silogisme berlaku.
¨ Jika p = q dan q = r,
maka p = r.
¨ Contoh I: jika semua
sepeda motor mempunyai roda dua dan Mega Pro beroda dua, maka Mega Pro adalah
sepeda motor.
¨ Contoh II: Barang siapa
mencuri dihukum (P. Mayor). Paijo mencuri (P. Minor). Silogisme: karena Paijo
mencuri, maka harus dihukum.
¨ Dalam logika silogisme
terdapat premis mayor dan premis minor. Premis mayor diperankan oleh UU dan
premis minor diperankan oleh peristiwa konkritnya.
¨ Pada contoh di atas
“semua sepeda motor adalah beroda dua” adalah premis mayor, dan “Mega Pro
mepunyai roda dua” adalah premis minor. Dan hakim hanya meng-konklusi-kan dua
premis ini. Sehingga dengan logika ini suatu putusan tidak mungkin akan lebih
dari apa yang terdapat dalam UU.
¨ Hukum menurut isi
¨ Publik
¨ HTN
¨ HAN
¨ Hukum pidana materiil
¨ Hukum internasional
¨ privat
¨ Hukum perdata
¨ Hukum dagang
¨ Hukum Publik
¨ Adalah hukum yang
mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan
antara negara dengan perseorangan.
¨ Hk Publik
¨ HTN/HAN
¨ Hukum Pidana (materiil)
¨ Hukum internasional
¨ HTN: sekumpulan hukum
yang mengatur organisasi negara, hubungan alat perlengkapan negara dalam garis
vertikal dan horizontal.
¨ HAN: peraturan hukum
yang mengikat badan-badan negara baik tinggi maupun rendah jika badan itu mulai
menggunakan wewenangnya yang ditentukan dalam HTN
¨ Hk Pidana: hukum yang
mengatur tentang pelangaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum
¨ HI (hk internasional
publik): yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara satu dengan negara
lain dalam hubungan internasional.
¨ Hukum Privat
¨ Adalah hukum yang
mengatur hubungan antara orang satu dengan orang yang lain dengan menitik
beratkan pada kepentingan perseorangan.
¨ Hk Privat
¨ Hukum Perdata
¨ Hukum Dagang
¨ Hukum perdata: adalah
hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban antara orang satu dengan
yang lain dalam hubungan bermasyarakat. Diatur dama BW.
¨ Hukum Dagang: adalah
hukum khusus disamping hukum perdata atau dapat disebut dengan hukum perdata
dalam arti luas (hukum perdata+hukum dagang). Diatur secara khusus dalam KUHD
yang terdiri dari 2 buku. Buku I tentang dagang umum dan buku II tentang hak dan
kewajiban.
Perbedaan hukum pidana dan perdata
ž Segi isi
¡ Hk pidana mengatur
hubungan hukum antara warga negara yang melanggar hukum dengan negara yang
menitikberatkan kepentingan umum. Hukum perdata mengatur hubungan perseorangan.
ž Pelaksanaan
¡ Negara akan bertindak
jika ada gugatan dari pihak yang dirugikan, sedangkan pidana tidak memerlukan
gugatan negara harus bertindak.
ž Penafsiran
¡ Perdata memperbolehkan
macam-macam penafsiran, sementara pidana hanya bisa ditafsirkan menurut arti
kata dalam UU pidana itu sendiri, Penafsiran otentik.
Menurut cara mempertahankannya
ž Hukum materiil
¡ Hukum yang memuat
peraturan yang berujud perintah dan larangan. KUHP, BW dll
ž Hukum formil/hukum
acara
¡ Hukum yang memuat
peraturan yang menentukan bagaimana cara melaksanakan dan
mempertahankan hukum materiil.
Menurut waktunya
ž Ius konstitutum (hukum
positif) waktu sekarang
ž Ius constituendum
(hukum idealnya) waktu yang akan datang.
ž Hukum azasi (hukum
alam) adalah hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala bentuk dan
bangsa. Tidak mengenal batas waktu dan bersifat abadi.
Menurut bentuknya
ž Hukum tertulis
¡ Terkodifikasi
¢ Contoh: KUHP, BW, KUHD
¡ Tidak terkodifikasi:
tersebarm, cth UU perkawinan, UU agraria dll.
ž Hukum tidak tertulis
¡ Adalah hukum yang hidup
dalam masyarakat, diakui keberadaanya dan mengandung sanksi. Bisa disebut
juga hukum kebiasaan /adat
Menurut tempat berlakunya
ž Hukum nasional/
domestik
¡ Berlaku di suatu negara
ž Hukum internasional
¡ Mengatur hubungan hukum
dalam dunia internasional
ž Hukum asing
¡ Hukum yang berlaku di
negara lain
ž Hukum greja
¡ Kumpulan norma yang
ditetapkan greja oleh para anggotanya
Menurut sifatnya
ž Hukum yang sifatnya
memaksa
¡ Dalam keadaan apapun
harus mempunyai paksaan mutlak. Sebagian besar terdapat dalam hukum pidana
ž Hukum yang sifatnya
mengatur (pelengkap)
¡ Dalam keadaan hukum
bisa dikesampingkan apabila yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri
dalam perjanjian.
System hokum aglo saxon
Sistem hukum Romawi-Jerman/civil law
¨ Dari segi sejarah
sistem hukum ini mulai muncul pada abad XIII dan senantiasa mengalami
perkembangan dan penyempurnaan.
¨ Sistem hukum ini pada
awalnya berkembang di daratan Eropa
¨ Dikembangkan secara
berkesinambungan oleh universitas sehingga peran universitas sangat penting
¨ Prinsip dan kaidah
hukum dikaji oleh para ilmuwan hukum di universitas
Karakteristik civil law
¨ Sistem civil law
mempunyai tiga karakteristik:
¤ Adanya kodifikasi
secara sistematis dan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim
¤ Hakim tidak terkait
pada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum utama
¤ Sistem peradilan
bersifat inkuisitorial (adanya investigasi)
Sumber hukum dalam sistem civil law
¨ Peraturan
perundang-undangan
¨ Kebiasaan
¨ Yurisprudensi
Namun demikian, sumber utama dalam
tradisi sistem civil law adalah peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini
sistem hierarki berlaku, artinya peraturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Namun dalam tingkatan yang
sama asas hukum lex posterior derogat legi priori atau asaslex
specialis derogat legi generali berlaku.
Common Law System/anglo saxon
¨ Sistem Anglo-Saxon
adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar bagi putusan
hakim-hakim selanjutnya
¨ Perbedaan yang
menonojol dari sistem ini dengan Civil Law sistem adalah peran universitas
tidak ada melainkan pengembangannya dilakukan oleh para praktisi.
¨ Keadaan ini menjelaskan
mengapa sistem ini tidak dimulai dari prinsip-prinsip hukum akan tetapi
langsung dari kaidah-kaidah yang hidup untuk kasus konkret. Pengadilan
khususnya pengadilan kerajaan mempunyai peranan yang sngat besar terhadap
perkembangan sistem ini
¨ Selain itu perbedaan
yang mencolok sistem ini dengan civil law system adalah common law menekankan
pada ciri tradisional hukumnya sedangkan dalam civil law menekankan pada ciri
logis dan rasionalnya.
Sumber hukum dalam sistem common law
¨ Berbeda dengan sistem
civil law, sistem common law hanya bersumber pada yurisprudensi yang di inggris
disebut dengan judge-made law atau case law di Amerika.
¨ Di Inggris sebelum
dituangkan ke dalam common law, hukum yang berlaku adalah hukum kebiasaan,
sedangkan di Amerika hukum kebiasaan bukan sama sekali sumber hukum.
¨ Di negara common law
pada mulanya yurisprudensi ditempatkan sebagai sumber utama, tapi saat ini
tidak demikian. Undang-undang sama pentingnya dengan yurisprudensi.
¨ Bahkan karena Amerika
Serikat memiliki UUD, perundang-undangan menjadi sama pentingnya dengan
yurisprudensi. Di Amerika masing-masing negara bagian memiliki UUD sendiri
lengkap dengan Mahkamah Agung di masing-masing negara bagian. Selain
undang-undang negara federal juga menetapkan perkara apa saja yang menjadi
yurisdiksi pengadilan federal.
Periodesasi common law
Periode sebelum penaklukan Norman
tahun 1066
1066-1485: periode pembentukan
common law yakni penerapan sistem hukum tersebut secara luas dengan menyisihkan
kaidah-kaidah lokal
1485-1832: berkembang kaidah lain
yakni “kaidah equity” yang berfungsi melengkapi.
1832-sekarang: periode modern common
law yakni mengalami perkembangan dalam penggunaan hukum. Common law semakin
menerima campur tangan pemerintah dan badan administrasi.
Perbedaan civil law dan common law
¨ Civil law
¤ Berkembang di
negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = Romano-Germanic Legal System
¤ Disebut juga sistem
Eropa Kontinental
¤ Orang menekankan pada
ciri suatu struktur yang sistematis dan rasional. Mulai muncul abad 13
(Renaissance)
¤ Dikatakan hukum Romawi
karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di
kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 6 (527-565 M)
¤ Pengkajian hukum Romawi
di bangun di tingkat universiter (pengajarannya hukum Romawi dan hukum gereja),
dimulai dari prinsip-prinsip / kaidah hukum secara sistematis doktrinal
berdasarkan undang-undang dan berdasarkan perundang-undangan yang dibuat oleh
badan legislatif.
¤ Kodifikasi hukum itu
merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus
yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yang terkodifikasi)
¤ Corpus Juris Civilis dijadikan
prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa
daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk
Indonesia pada masa penjajahan Belanda). Artinya adalah menurut sistem ini
setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai dasar berlakunya hukum dalam suatu
negara.
¤ Prinsip utama atau
prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh
kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang
tersusun secara sistematis dalam kodifikasi
¤ Kepastian hukumlah yang
menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah
laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya
UU
¤ Dalam sistem hukum ini,
terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”.
Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum
adalah undang-undang)
¤ Peran Hakim : Hakim
dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya
berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan
wewenang yang ada padanya
¤ Putusan Hakim : Putusan
hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja
(doktrins res ajudicata)
¤ Sumber Hukum :
a.Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes), b.Peraturan-peraturan
hukum (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan c.Kebiasaan-kebiasaan
(custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak
bertentangan dengan undang-undang.
¤ Membedakan secara
prinsipil antara hukum publik dengan hukum privat.
¨ Common Law System
¤ Mula-mula berkembang di
negara Inggris, dan dikenal dengan istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum
tidak tertulis)
¤ Orang menekankan pada
ciri tradisional hukumnya.
¤ Sistem hukum ini dianut
di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara, Kanada, Amerika
Serikat
¤ Pengkajian hukum
dikembangkan para praktisi dan proseduralis, mengenai kaidah-kaidah untuk
kasus-kasus yang konkrit. Maka kaidah ini berkembang melalui putusan-putusan
hakim dan hukum perundang-undangannya bersifat kasuistis.
¤ Sumber Hukum :
Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial
decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui
putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan
mengikat umum.
¤ Kebiasaan-kebiasaan dan
peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi
negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan
tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan
¤ Sumber Hukum : Putusan–putusan
hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions).
Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan
hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
¤ Kebiasaan-kebiasaan dan
peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi
negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan
tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan
¤ Hakim mempunyai
wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan
prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim-hakim lain
dalam memutuskan perkara sejenis.
¤ Namun, bila dalam
putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim
berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan
menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut
juga dengan istilah Case Law
¤ Tidak membedakan secara
prinsipil hukum publik dengan hukum privat. Sehingga yang ditampilkan adalah
hukum publik.
Sistem hukum di Indonesia
— Ubi Sociates Ibi Ius menegaskan
bahwa dalam masyarakat yang paling sederhana sekalipun keberadaan norma hukum
sebagai suatu pranata sosial. Namun demikian, apakah itu berarti hukum yang ada
di suatu masyarakat telah terbangun menjadi sistem hukum?
— Sudikno Mertokusumo
menyatakan bahwa sistem merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang terdiri
dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Sedangkan sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang berupa kaedah
hukum atau putusan pengadilan yang ada dalam interaksi satu sama lain yang
merupakan satu-kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan
kesatuan.
— Di antara sistem-sistem
hukum yang dikenal, sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo Saxon
banyak dipakai dan cenderung berpengaruh terhadap sistem hukum yang dianut
negara-negara di dunia. Sistem hukum Eropa Kontinental dikenal juga dengan
sebutan Romano-Germanic Legal System adalah sistem hukum yang semula
berkembang di dataran Eropa.
— Titik tekan pada sistem
hukum ini adalah, penggunaan aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis,
berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis
yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60%
dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
— Sistem Anglo-Saxon
adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar bagi putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris,
Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan
Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum
ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon).
— Sistem Hukum di
Indonesia
— Hukum Barat
— Hukum Islam
— Hukum Adat
— Hukum Positif Indonesia
— Hukum Barat
— Hukum Islam
— Hukum Adat
— Sebagian besar hukum
yang dianut di Indonesia, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum
Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
— Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak
lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau
dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di
Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata
(disingkat KUHPer)
— Hukum Agama (Islam),
karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan
dan warisan.
— Hukum Islam di
Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan
yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui
pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan
konsisten.
— Aceh merupakan
satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan
Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi
Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,
dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
— Selain itu, di
Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara
— Hukum adat adalah
sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan
negara-negara lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.
— Hukum adat adalah hukum
asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak
tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
— Mengenai persoalan
penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat
merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa,
dan identitas bagi tiap daerah.
— Maka Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004 dalam Pasal 28 menyatakan
bahwa “hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam
menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.”
— Contoh lain:
— Dalam kerangka
pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka
pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
— Peraturan ini
dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan
kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian
masalah yang menyangkut tanah ulayat.
— Peraturan ini memuat
kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan
hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
— Penyamaan persepsi
mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
— Kriteria dan penentuan
masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat
(Pasal 2 dan 5).
— Kewenangan masyarakat
hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar