Sabtu, 23 Februari 2013

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan  atau  pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
B. Rumusan masalah
1.Pengertian HAM
2. Sejarah perkembangan HAM
3. HAM dalam UUD 45
4. Islam dan HAM

C. Batasan masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian HAM
Secara etimologis HAM terbentuk dari tiga kata yaitu: hak asasi dan manusia. Dua kata pertama hak dan asasi berasal dari bahasa arab, sementara kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata haqq terambil dari kata haqqa, yahiqqu ‘alaika an taf’ala kadza, itu artinya” kamu wajib melakukan seperti ini”. Berdasarkan pengertian tersebut maka haqq adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukuan sesuatu. Kata asasyi berasal dari kata assa, yaussu, asasaan, yang artinya membangun, mendirikan, meletakkan. Dapat juga berarti asal, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu. Dengan demikian asasi artinya segala sesuatu yang bersifat mendasar dan fundamental yang selalu melekat pada obyeknya.
Hak didefinisikan sebagai unsur normatif sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya
       Dalam bahasa Indonesia hak asasi manusia diartikan sebagai hak- hak mendasar pada diri manusia. [1]
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh TuhanYang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
                
2. Sejarah perkembangan HAM
Delkarasi Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal Declaration  of Human Right)
Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak- hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama atau kelamin, karenanya bersifat asasi dan unuversal.
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, di mana hak- hak asasi manusia diinjak- injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak- ahk asasi manusia itu di dalam suatu naskah internasional. Usaha ini baru dimula pada tahun 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human Right (pernyataan sedunia tentang hak0 hak asasi manusia) oleh negara- negara yang tergabung dalam Perserikatan Bagsa Bangsa. Dengan kata lain, lahirnya deklarasi HAM Universal merupakan reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis nasional di Jermsn selama 1933 sampai 1945. Terwujudnya Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal yang dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang. Dalam proses ini teelah lahir beberapa naskah yang cukup panjang. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah HAM  yang mendasari kehidupan manusia, dan bersifat universal dan asasi. Naskah- naskah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Magna Charta (Piagam Agung 1215): Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggriskepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja Jhon itu.
2.      Bill of Right (Undang- undang hak 1689): Suatu undang- undang yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya, mengadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi hak berdarah yang dikenal dengan istilah The Glorious Revolution of 1688.
3.      Declaration des Droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak- hak manusia dan warga negara, 1769): suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kewenangan regim lama.
4.      Bill of Right (undang- undang Hak): suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1791.
Hak- hak manusia yang dirumuskan sepanjang abad ke- 17 dan 18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural Law), seperti yang dirumuskan oleh John Lock (1632- 1714) dan Jean Jaques Roussea (1712- 1278) dan hanya membatasi pada hak- hak yang bersifat politis saja, seperti kesamaan hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya.
Akan tetapi, pada abad ke- 20 hak- hak politik ini dianggap kurang sempurna. Dan mulailah dicetuskan hak- hak  yang lebih luas cakupannya. Satu diantara yang sangat terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat F. D. Roosevelt pada awal PD II; The Four Freedom (empat kebebasan) itu.
Sejalan dengan pemikiran ini maka PBB memprakarsai berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Comission on Human Right pada tahun 1946 . komisi inilah yang yang kemudian menetapkan secara terperinci beberapa hak- hak ekonomi dan sosial, disamping hak- hak politis yaitu:
1.      Hak hidup, kebebasan dan keamanan pribadi (pasal 3)
2.      Larangan perbudakan (pasal 4)
3.      Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.      Larangan penangkapan, penahana atau pengasingan yang sewenang- wenang (pasal 9)
5.      Hak atas pemeriksaan pengadilan yang jujur (pasal 10)
6.      Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7.      Hak atas harta dan benda (pasal 17)
8.      Hak atas kebebasan berfikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9.      Hak atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10.  Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11.  Hak untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal 21)
Deklarasi sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting :
1.      Hak  atas pekerjaan (pasal 23)
2.      Hak atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan, dan kesehatan (pasal 25)
3.      Hak atas pendidikan (pasal 26)
4.      Hak kebudayaan.
Empat Generasi Hak Asasi Manusia
Bila kita menyimak sejarah perkembangan HAM setidaknya terdapat empat generasi:
1.                   Generasi Pertama
Generasi berpandangan bahwa pengertian HAM berpusat terhadap hal- hal hukum dan poltik. Generasi awal HAM tersebut terjadi setelah PD II. Fokus generasi pertama pada hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi PD II, totaliterisme dan adanya keinginan negara- negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Akan tetapi seperangkat hukum yang disepakati tersebut sangat sarat dengan hak- hak yuridis seperti hak untuk hidup, untuk tidak menjadi budak dan disiksa, hak- hak kesamaan di dalam hukum, hak akan fair trial, praduga tak bersalah dan lain sebagainya. Hal itu bukan berarti hak lain tidak diatur karena sesungguhnya seperangkat hukum itu juga memuat akan hak nasionalis, pemilikan, pemikiran, agama, pendidikan, pekerjaan dan kehidupan budaya. Namun demikian sukar untuk menghindarkan kesan bahwa hukum itu dikuasai oleh hak- hak hukum. Kesan ini semakin tak terbantah jika kita melihat kovenan yang dilahirkan kembali seperti “convention on the prevention and punishmant of the crime of genocide”.
Nampaknya pandangan ini sebagai reaksi keras terhadap kehidupan kenegaraan yang totaliter dan fasis yang mewarnai tahun- tahun sebelum perang ke II. Karena itu pikiran hukum begitu menonjol ke permukaan dan sekaligus menjdai karakteristik konsep dasar HAM yang dalam literatur sering disebut sebagai generasi satu hak asasi manusia.

2. Generasi Kedua
Pada generasi HAM kedua ini lahir dua convenant yang terkenal yaitu: International Conventant on Economic, Social and Cultural Right dan International Convenant on Civil and Political Rights. Kedua perjanjian tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966.
Pada generasi ini pembahasan tentang HAMM merupakan perluasan horisontal dari generasi pertama. Penekanan mereka terjadi pada bidang sosial, ekonomi dan budaya, sementara bidang hukum dan politik terabaikan, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan perkembangan dalam kemasyarakatan, seperti merosotnya kehidupan hukum dan penegakan politik yang berlebihan.
3. Generasi Ketiga
Kondisi- kondisi ketidakseimbangan perkembangan (uneven development) menyebabkan timbulnya berbagai kritik dari banyak kalangan sehingga melahirkan generasi ketiga yang menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan pembangunan (The Rights of Development) istilah ini diberikan oleh komisi keadilan Internasional. Generasi ketiga HAM ini merupakan sintesa dari generasi pertama dan kedua. Generasi ini merupakan kemajuan pesat telah dicapai, apalagi jika kesemua hak tersebaut bisa diwujdkan. Namu tidak ada negara yang bisa secara obyektif memenuhi tuntutan generasi ini. Masih banyak kesenjangan antara hak- hak tersebut dan lebih dari penekanan terhadap hak ekonomi, hak ekonomi adalah prioritas utama yang banyak dilanggar. Kesemua ini merupakan kenyataan dunia ketiga yang ditandai oleh kuatnya sektor negara yang domiana sebagai komando sehingga implementasi HAM generasi ketiga ini dilihat dari atas.

4. Generasi Keempat
Generasi keempat banyak melakukan kritik terhadap peranan negara yang dominan dalam proses pembangunan pada generasi sebelumnya, yang lebih menekankan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama dan telah terbukti sangat menafikkan hak- hak rakyat, selain proses pembangunan itu sendiri mengabaikan kesejahteraan rakyat dan tidak berdasarkan pada kebutuhan.
Generasi HAM keempat dipelopori oleh negara- negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Goverment. Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi sebelumnya, tetapi belum sepenuhnya mencakup tuntutan struktural HAM. Namun demikian beberapa masalah hak asasi sudah dirumuskan dengan lebih berpihak kepada perombakan tatanan sosial yang berkedilan. Deklarasi ini lebih menekankan pada ‘kewajiban asasi’ bukan lagi  ‘hak asasi’. Alasan dari gagasan ini adalah bahwa kata kewajiban mengandung pengertian keharusan  akan pemenuhan, sementara kata hak baru sebatas perjuangan dari pemenuhan hak.
Deklarasi generasi ini selanjutnya secara positif mengukuhkan keharusan imperaif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Artinya urusan hak asasi bukan lagi urusan orang perorang, tetapi justru merupakan tugas negara.


2.     HAM dalam UUD 45
UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat . HAM tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah dasar dan pandangan hidur bangsa, yaitu pancasila. Dahlan thaib mengatakan bila dikaji baik dalam pembukaan, batang tubuh maupun penjelasan akan ditemukan setidaknya 15 prinsip HAM.
1.      hak untuk menentukan nasib sendiri.
2.      Hak kan warga negara
3.      Hak akan persamaan dan kesamaan dihadapan hukum
4.      Hak untuk bekerja
5.      Hak akan hidup layak
6.      Hak untuk berserikat
7.      Hak untuk menyatakan pendapat
8.      Hak untuk beragama
9.      Hak untuk membela negara
10.  Hak untuk mendapatkan pengajaran
11.  Hak akan kesejahteaan sosial
12.  Hak akan jaminan sosial
13.  Hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan
14.  Hak mempertahankan tradiisi budaya
15.  Hak mempertahankan bahasa daerah[2]
menurutnya ketentuan-ketentuan diatas cukup membuktikan bahwa UUD 1945 sangat menjamin HAM.
Azhary mengatakan, apabila diperhatikan pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945, ternyata cukup banyak memerhatikan HAM. Berdasarkan itu, UUD 1945 mengakui hak asasi individu, tetapi tidak berarti seperti kepentingan perseorangan ataupun fasisme komunisme yang mengutamakan masyarakatnya atau negaranya. Dengan demikian kepentingan hak asasi individu diletakkan dalam rangka kepentingan masyarakat. Hak asasi individu diletakkan dikui substansinya, namun dibatasi jangan sampai melanggar hak individu lain ataupun hak asasi masyarakat.[3]
Menurut kuntojoyo, jaminan HAM bukan tidak ada, melainkan dalam ketentuan-ketentuannya UUD 1945 tidak menyaebutkan scara sistematis.
Solly lubis berpandangan bahwa UUD 1945 tetap mengandung pengakuan dan jaminan yang luas mengenai HAM, walaupun diakui secara redaksional formulasi mengenai hak-hak itu sangat sederhana dan sigkat..
Dengan kata lain, meskipun dalam tataran implementatif secara utuh UUD 1945 tidak efektif berlaku akibat serangkaian kondisi sosial yang tidak kondusif,tetapi, UUD 1945 pada masanya telah dapat dikategorikan sebagai konstitusi modern yang didalamya mengatur perihal jaminan HAM, lembaga-lembaga kenegaraan berikut  mekanisme ketatanegaraan dalam waktu yang relatif singkat. Namun demikian, menurut dahlan thaib, harus diakui baha UUD 1945 merupakan hasil pemikiran prima para pendiri negara ynga tergabung dalam BPUPKI/PPKI. Jelas kelihatan bahwa pengaturan HAM berhasil dirumuskan dalam UUD 1945. Itu artinya bahwa jauh sebelum lahirnya UDHR/DUHAM versi PBB, indonesia ternyata lebih awal telah memberlakukan sebuah UUD yang mengatur perihal HAM di Indonesia.
Pengaturan HAM dalam ketatanegaraan RI terdapat dalam perundang- undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam perundang- undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi. Kedua, dalam ketetapan MPR. Ketiga, dalam Undang- undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang- undangan seperti Perturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hukum bagi pelanggarnaya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang udang dan peraaturan pelaksanaanya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.

1. Pengaturan HAM dalam Konstitusi.
 Pengaturan HAM dalam konstitusinegara RI selain pada hasil amandemen kedua UUD 1945, juga ditemukan di beberapa konstitusi yang berlaku yaitu UUD 1945, Konstitusi Repuplik Indonesia Serikat (KRIS). Dan UUD S 1950. Pengturan HAM juga ditemukan dalam konstitusi Konstitusi Repuplik Indonesia Serikat (KRIS). Dalam KRIS, HAM menjadi bab khusus yaitu Bab tentang HAM dan ditempatkan pada bab awal mulai pasal 7 sampai pasal 33. Adapun dalam UUDS 1950 terletak pada penomoran pasal dan perubabahan sedikit redaksional dalam pasal- pasal. Selain itu adanya penambahan pasal dalam UUDS 1950 yang signifikan yaitu tentang fungsi sosial hak milik, hak demonstrasi dan mogok.
1.1 Pengaturan HAM dalam Ketetapan MPR (TAP MPR)
Pengaturan HAM dalam ketetapan MPR, dapat dilihat dalam TAP MPR Nomor XVII tahun 1998 tentang Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia Terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional.
1.2 Pengaturan HAM dalam Undang- undang
Pengaturan HAM juga dapat dilihat dalam Undang- undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, antara lain adalah:
a. UU No. 5 tahun 1086 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
b. UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat
c. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d.      UU No. 9 tahun 1998 tentang Kebebasan menyatakan Pendapat
e.       UU No. 11 tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU No. 25 tahun 1997 tentang hubungan Perburuhan
f.       UU No.1 9 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Pekerja secara paksa
g.       UU No. 20 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 tentang Usia minimum Bagi Pekerja
h.      UU No. 21 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan
i.        UU No. 26 tahun 1999 tentang Pencautan UU No. 11 tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi
j.        UU No.29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
k.      UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
l.        UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
m.    UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM

1.3 Pengaturan HAM dalam Peratuaran dan Keputusan Presiden
Ketentuan yang terdapat dalam peraturan pemerintah, antara lain adalah:
a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang(perpu) No. 1 tahun 1999 tentang Pengadilan HAM
b. Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor 181 tahun 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita
c. Keputusan Presiden No. 129 tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 1998- 2003, yang menurut rencana ratifikasi berbagai instrumen hak asasi manusia  Perserikatan Bangsa- Bangsa serta tindak lanjutnya
d. Keputusan Presiden No. 31 tahun 2001 tentang Pembentukan pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makassar
e. Keputusan Presiden No. 5 tahun 2001 tentang  Pengadilan Pembentukan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diubah dengan Keputusan Presiden No. 96 tahun 2001
f. Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Selain perundang- undangan di atas yang secara eksplisit menyebutkan ketentuan tentang HAM, juga terdapat beberapa ketentuan lain yang mempunyai relevansi dengan pengaturan HAM. Sebagian dari ketentuan ini telah mengalami perubahan. Ketentuan perundangan tersebut anatara lain:
1. UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; UU No. 3 tahun 1950 tentang Grasi                           
3.      UU No. 18 tahun Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 98 mengenai berlakunya dasar- dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama
4.      UU No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuan
5.      UU No. 80 tahun 1957 tentang Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 100 mengenai Pengupahan bagi Buruh laki- laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya
6.      UU No. Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya
7.      UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria
8.      UU No.38/prp/1960 tentang Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah untuk Tanaman tertentu 
9.      UU No. 51/prp/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya
10.  UU No.56/prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian  
11.  UU No.3/1961 tentang Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 106 mengenai Istirahat Mingguan dalam Perdagangan dan Kantor- kantor 
12.  UU No. 20/1961 tentang Pencabutan Hak- hak Tanah dan Benda- benda yang ada di atasnya
13.  UU No.11/1962 tentang Hygiene untuk Usaha- usaha bagiUmum 
14.  UU No.6/1963 tentang Tenaga Kesehatan 
15.  UU No. 1/1964 tentang Perumahan
16.  UU No. 12/1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
17.  UU No. 33/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang
18.  UU No. 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama
19.  UU No. 4/ 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo
20.  UU No. 2/1966 tentang Hygiene
21.  UU No. 3/1966 tentang Kesehatan Jiwa
22.  UU No. 5/1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kehutanan
23.  UU No.11/1967 tentang Ketentuan Pokok Kesehatan 
24.  UU No.12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian 
25.  UU No. 14/1969 tentang Ketentuan pokok- pokok mengenai Tenaga Kerja
26.  UU No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja 
27.  UU No. 
28.  UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
29.  UU No.1/1974 tentang Perkawinan 
30.  UU No.6/1974 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial 
31.  UU No. 11/1974 tentang Pengairan
32.  UU No. 9/1976 tentang Narkotika
33.  UU No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak
34.  UU No.11/1980 tentang Tindak Pidana Suap 
35.  UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana 
36.  UU No.1/1982 tentang pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya, Mengenai Hal memperoleh Kewarganegaraan dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konnsuler Beserta Protokolnya Opsionalnya, Mengenai Hak Memperoleh Kewarganegaraan 
37.  UU No. 4/1982 tentang Pokok- pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
38.  UU No.tentang Hak Cipta 
39.  UU No. 6/1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan RI 
40.  UU No.5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 
41.  UU No. Tentang Perikanan
42.  UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun
43.  UU No. 17/1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa- bangsa tentang Hukum Laut 
44.  UU No. 2/1/1986 tentang Peradilan Umum 
45.  UU No. 1/1987 tentang Kamar Dagang dan Industri.
Begitu juga ketentuan dalam Peraturan Pemerintah, seperti PP 5/1947 tentang Warga Negara; PP 21/1954 tentang Peraturan Istirahat Buruh; PP 494/1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan; PP 67/1958 tentang Pelaksanaan Undang- undang Repuplik Indonesia; PP 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian ganti Rugi; PP 49/1963 tentang Hubungan Sewa- menyewa perumahan; PP 21/1967 tentang Kegiatan Amatir Radio; PP 55/1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah; PP 22/1974 tentang Telekomunikasi untuk Umum; PP 9/1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang  No. 1/1974 tentang Perkawinan; PP 28/1977 tentang Perwakapan Tanah Milik; PP 33/1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek); PP 31/1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis; PP 8/1981 tentang Perlindungan Upah; PP25/1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil; PP 42/1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin; PP 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air; PP 23/1982 tentang Irigasi; PP 27/1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana; PP 1/1984 tentang Dewan Pers; PP 15/1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia; PP 14/1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan; PP28/1985 tentang Perlindungan Hutan; PP 14/1986 tentang Dewan Hak Cipta; PP29/1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; PP 13/1987 tentang Izin Industri.
Keseluruhan ketentuan perundang- undangan di atas merupakan pintu pembuka bagi strategi selanjutnya, yauitu tahab penataan aturan secara konsisten (rule consistent behavior). Pada tahap ini diupayakan mulai tumbuh kesadaran penghormatab dan penegakan HAM baik di kalangan aparat maupun masyarakat, karena HAM merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu diperjuangkan, dihormati dan dilindungi oleh setiap manusia. Penataan aturan secara konsisten memerlukan persyaratan yang harus ada. Persyaratan pertama adalah demokrasi dan supermasi hukum; kedua, HAM  sebagai tatanan sosial. Menurut Prof. Bagir Manan demokrasi dan pelaksanaan prinsip- prinsip negara berdasarkan atas hukkum merupakan instrumen bahkan prasyarat bagi jaminan perlindungan dan penegakan HAM. Oleh karena itu hubungan antara HAM, demokrasi dan negara harus dilihat sebagai hubungan keseimbangan yang “simbiosis mutualisme”. Selanjutnya, HAM sebagai tatanan sosial merupakan pengakuan masyarakat terhadap pentingnya nilai- nilai HAM dalam tatanan sosial meruppakan pengakuan masyarakat  terhadap pentingnya nilai- nilai HAM dalam tatanan sosial, politik , ekonomi yang hidup. Dalam kerangka menjadikan HAM sebagai tatanan sosial, pendidikan HAM secara kurikuler maupun melalui pendidikan kewarganegaraan sangat diperlukan dan terus dilakukan secara berkesinambungan.
4. ISLAM dan HAM
HAM dalam islam sebenarnya bukanlah barang asing. Islam sebagai agama universal mengandung prinsip- prinsip hak asasi manusia. Sebagai sebuah konsep ajaran. Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia lainnya,
Menurut ajaran Islam, perbedaan antara satu individu denagan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai manusia, melainkan didasarkan keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu tidakmenyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi pada perkembangan prinsip- prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat Internasional.
Menurut Masdar Mas’udi (2002), HAM dalam Islam bukanlah barang asing karena wacana tentang HAM dalam Islam lebih awal dibandingkan dengan konsep atau ajaran lainnya
Dalam sejarah konstitusi Islam terhadap dua deklarasi yang memuat hak- hak asasi manusia yang dikenal dengan Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo (Cairo Declaration).

Piagam Madinah
Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang kahir di masa Nabi Muhammad ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak- hak sesama warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku dan agama. Piagam Madinah atau Mitsaqul Madinah yang dideklarasikan oleh Rasullah pada tahun 622 M, merupakan kesepakatan- kesepakatan tentang aturan- aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi.
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam Piagan Madinah, yaitu:
1.      Semua pemeluk islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2.      Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-Muslim.
Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya. Secara sosiologis piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban terhadap realitas sosial masyarakatnya. Secara umum sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut. Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk  madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, masing- masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi.
Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela madinah, tempat tinggal mereka. Dengan demikian Piagam Madinah menjadi alat legitimasi Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pemimpin bukan saja kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar), tetapi bagi penduduk Madinah  (pasal 23- 24). Secara substansial, piagan ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dan mengembangkan toleransi sosio-religius dan budaya seluas- luasnya.
Piagam ini bersifat revolusioner, karena menentang tradisi kesukuan  orang- orang Arab pada saat itu. Tidak ada satu sukupun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dengan suku lain, jadi dalam piagam tersebut sangat ditekankan azas keamanan dan kesetaraan (equality).

Deklarasi Kairo
Isu tentang pelaksanaan HAM tidak lepas dari perhatian umat islam, apalagi mayoritas negara- negara islam adalah tergolong ke dalam barisan negara- negara dunia ketiga yang banyak merasakan perlakuan ketidakadilan negara- negara Barat dengan atas nama HAM. Dalam pandangan negara- negara islam HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran islam yang telah ditetapkan Allah SWT. Berkaitan dengan itu, negara- negara islam yang tergabung  dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/ OKI) pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam di Kairo.
Konsep hak- hak asasi manusia hasil rumusan dari negara- negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al- Quran dan Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan dengan pernyataan semesta hak- hak asasi manusia (The Universal Declaration of Human Right/ UDHR) yang didelkarasikan oleh PBB tahun 1948.
DEKLARASI KAIRO (DECLARATION OF CAIRO)
Ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo (Cairo Declaration) yang isinya sebagai berikut:
1)   Hak Persamaan dan Kebebasan. (Al Israa 17:79, An Nisaa 4:58,105,107,135)
2)   Hak Hidup. (Al Maidah 5:45, Al Israa 17:33)
3)   Hak Perlindungan Diri. (Al Balad 90:12-17, At Taubah 9:6)
4)   Hak Kehormatan Diri. (At Taubah 9:6)
5)   Hak Berkeluarga. (Al Baqarah 2: 221, Ar Rum 30:21, An Nisaa 4: 1, At Tahrim 66:6)
6)   Hak Kesetaraan Wanita dengan Pria. (Al Baqarah 2:228, Al Hujarat 49:13)
7)   Hak Anak Dari Orang Tua. (Al Baqarah 2:233, Al Israa 17:23-24)
8)   Hak Mendapatkan Pendidikan. (At Taubah 9:122, Al Alaq 96:1-5)
9)   Hak Kebebasan Beragama. (Al Kafirun 109:1-6, Al Baqarah 2:156, Al Kahfi 18:29)
10) Hak Kebebasan Mencari Suaka. (An Nisaa 4:97, Al Mumtahanah 60:9)
11) Hak Memperoleh Pekerjaan. (At Taubah 9:105, Al Baqarah 2:286, Al Mulk 67:15)
12) Hak Memperoleh Perlakuan Sama. (Al Baqarah 2:275-278, An Nisaa 4:161, Al Imran 3:130)
13) Hak Kepemilikan. (Al Baqarah 2:29, An Nisaa 4:29)
14) Hak Tahanan. (Al Mumtahanah 60:8)







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak- hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama atau kelamin, karenanya bersifat asasi dan unuversal.
UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat . HAM tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah dasar dan pandangan hidur bangsa, yaitu pancasila
Menurut ajaran Islam, perbedaan antara satu individu denagan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai manusia, melainkan didasarkan keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu tidakmenyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi pada perkembangan prinsip- prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat Internasional.
B. Kritik dan saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini, masih banyak kekurangan dan jauh ddari sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar dalam pembuatan makalah berikutnya lebih baik.







Daftar pustaka
El- Muhtaj, Majda” Hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia”, 2005, Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Ubaidillah A”pendidikan kewarganegaraan, demokrasi, HAM dan masyarakat madani”, 2000, jakarta, IAIN jakarta press
Pendidikan kewarganegaraan,demokrasi,ham dan masyarakat
UU RI NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM
Azhary, negara hukum indonesia.jakarta: UI press,1995


[1] Hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia,hal 1
[2] El- Muhtaj, Majda” Hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia”, 2005, Jakarta:Kencana Prenada Media Group hal 97

[3] Azhary, negara hukum indonesia.jakarta: UI press,1995. Hal 90

Tidak ada komentar:

Posting Komentar