BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada
diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu
atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah
HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain
dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
B. Rumusan masalah
1.Pengertian HAM
2. Sejarah perkembangan HAM
3. HAM dalam UUD 45
4. Islam dan HAM
C.
Batasan masalah
Agar masalah
pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam
hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya
pada ruang lingkup HAM.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian HAM
Secara etimologis HAM terbentuk dari tiga kata
yaitu: hak asasi dan manusia. Dua kata pertama hak dan asasi berasal dari
bahasa arab, sementara kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata
haqq terambil dari kata haqqa, yahiqqu ‘alaika an taf’ala kadza, itu artinya”
kamu wajib melakukan seperti ini”. Berdasarkan pengertian tersebut maka haqq
adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukuan
sesuatu. Kata asasyi berasal dari kata assa, yaussu, asasaan, yang artinya
membangun, mendirikan, meletakkan. Dapat juga berarti asal, asas, pangkal,
dasar dari segala sesuatu. Dengan demikian asasi artinya segala sesuatu yang
bersifat mendasar dan fundamental yang selalu melekat pada obyeknya.
Hak didefinisikan sebagai unsur normatif sebagai pedoman perilaku,
melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya
Dalam bahasa Indonesia hak asasi manusia
diartikan sebagai hak- hak mendasar pada diri manusia. [1]
HAM adalah hak-hak
dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut
pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights,
United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia.
John Locke
menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh TuhanYang Maha
Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
2. Sejarah perkembangan HAM
Delkarasi Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal
Declaration of Human Right)
Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di
dalam kehidupan masyarakat. Hak- hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan
bangsa, ras, agama atau kelamin, karenanya bersifat asasi dan unuversal.
Setelah dunia mengalami dua perang yang
melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, di mana hak- hak asasi manusia
diinjak- injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak- ahk asasi manusia itu di
dalam suatu naskah internasional. Usaha ini baru dimula pada tahun 1948 dengan
diterimanya Universal Declaration of
Human Right (pernyataan sedunia tentang hak0 hak asasi manusia) oleh
negara- negara yang tergabung dalam Perserikatan Bagsa Bangsa. Dengan kata
lain, lahirnya deklarasi HAM Universal merupakan reaksi atas kejahatan keji
kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis nasional di Jermsn selama 1933
sampai 1945. Terwujudnya Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal yang
dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses yang cukup
panjang. Dalam proses ini teelah lahir beberapa naskah yang cukup panjang.
Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah HAM yang mendasari kehidupan manusia, dan
bersifat universal dan asasi. Naskah- naskah tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Magna Charta (Piagam Agung 1215): Suatu dokumen yang
mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggriskepada beberapa
bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi
kekuasaan Raja Jhon itu.
2.
Bill of Right (Undang- undang hak 1689): Suatu undang- undang
yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya,
mengadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi hak berdarah
yang dikenal dengan istilah The Glorious
Revolution of 1688.
3.
Declaration des Droits de I’homme et du citoyen
(pernyataan hak-
hak manusia dan warga negara, 1769): suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan
revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kewenangan regim lama.
4.
Bill of Right (undang- undang Hak): suatu naskah yang disusun
oleh rakyat Amerika pada tahun 1791.
Hak- hak manusia yang dirumuskan sepanjang abad
ke- 17 dan 18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural Law), seperti yang dirumuskan
oleh John Lock (1632- 1714) dan Jean Jaques Roussea (1712- 1278) dan hanya
membatasi pada hak- hak yang bersifat politis saja, seperti kesamaan hak atas
kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya.
Akan tetapi, pada abad ke- 20 hak- hak politik
ini dianggap kurang sempurna. Dan mulailah dicetuskan hak- hak yang lebih luas cakupannya. Satu diantara
yang sangat terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh Presiden Amerika
Serikat F. D. Roosevelt pada awal PD II; The
Four Freedom (empat kebebasan) itu.
Sejalan dengan pemikiran ini maka PBB
memprakarsai berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama
Comission on Human Right pada tahun 1946 . komisi inilah yang yang kemudian
menetapkan secara terperinci beberapa hak- hak ekonomi dan sosial, disamping
hak- hak politis yaitu:
1.
Hak hidup,
kebebasan dan keamanan pribadi (pasal 3)
2.
Larangan
perbudakan (pasal 4)
3.
Larangan
penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan
penangkapan, penahana atau pengasingan yang sewenang- wenang (pasal 9)
5.
Hak atas
pemeriksaan pengadilan yang jujur (pasal 10)
6.
Hak atas
kebebasan bergerak (pasal 13)
7.
Hak atas harta
dan benda (pasal 17)
8.
Hak atas
kebebasan berfikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9.
Hak atas
mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat
(pasal 200)
11. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal
21)
Deklarasi sedunia ini juga menyebutkan beberapa
hak sosial dan ekonomi yang penting :
1.
Hak atas pekerjaan (pasal 23)
2.
Hak atas taraf
hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan, dan kesehatan (pasal
25)
3.
Hak atas
pendidikan (pasal 26)
4.
Hak kebudayaan.
Empat Generasi Hak Asasi Manusia
Bila kita menyimak sejarah perkembangan HAM
setidaknya terdapat empat generasi:
1.
Generasi
Pertama
Generasi berpandangan bahwa pengertian HAM
berpusat terhadap hal- hal hukum dan poltik. Generasi awal HAM tersebut terjadi
setelah PD II. Fokus generasi pertama pada hukum dan politik disebabkan oleh
dampak dan situasi PD II, totaliterisme dan adanya keinginan negara- negara
yang baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Akan tetapi
seperangkat hukum yang disepakati tersebut sangat sarat dengan hak- hak yuridis
seperti hak untuk hidup, untuk tidak menjadi budak dan disiksa, hak- hak
kesamaan di dalam hukum, hak akan fair trial, praduga tak bersalah dan lain
sebagainya. Hal itu bukan berarti hak lain tidak diatur karena sesungguhnya
seperangkat hukum itu juga memuat akan hak nasionalis, pemilikan, pemikiran,
agama, pendidikan, pekerjaan dan kehidupan budaya. Namun demikian sukar untuk
menghindarkan kesan bahwa hukum itu dikuasai oleh hak- hak hukum. Kesan ini
semakin tak terbantah jika kita melihat kovenan yang dilahirkan kembali seperti
“convention on the prevention and punishmant of the crime of genocide”.
Nampaknya pandangan ini sebagai reaksi keras
terhadap kehidupan kenegaraan yang totaliter dan fasis yang mewarnai tahun-
tahun sebelum perang ke II. Karena itu pikiran hukum begitu menonjol ke
permukaan dan sekaligus menjdai karakteristik konsep dasar HAM yang dalam
literatur sering disebut sebagai generasi satu hak asasi manusia.
2. Generasi Kedua
Pada generasi HAM kedua ini lahir dua convenant
yang terkenal yaitu: International Conventant on Economic, Social and Cultural
Right dan International Convenant on Civil and Political Rights. Kedua
perjanjian tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966.
Pada generasi ini pembahasan tentang HAMM
merupakan perluasan horisontal dari generasi pertama. Penekanan mereka terjadi
pada bidang sosial, ekonomi dan budaya, sementara bidang hukum dan politik
terabaikan, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan perkembangan dalam
kemasyarakatan, seperti merosotnya kehidupan hukum dan penegakan politik yang
berlebihan.
3. Generasi Ketiga
Kondisi- kondisi ketidakseimbangan perkembangan
(uneven development) menyebabkan timbulnya berbagai kritik dari banyak kalangan
sehingga melahirkan generasi ketiga yang menjanjikan adanya kesatuan antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan
pembangunan (The Rights of Development) istilah ini diberikan oleh komisi
keadilan Internasional. Generasi ketiga HAM ini merupakan sintesa dari generasi
pertama dan kedua. Generasi ini merupakan kemajuan pesat telah dicapai, apalagi
jika kesemua hak tersebaut bisa diwujdkan. Namu tidak ada negara yang bisa
secara obyektif memenuhi tuntutan generasi ini. Masih banyak kesenjangan antara
hak- hak tersebut dan lebih dari penekanan terhadap hak ekonomi, hak ekonomi
adalah prioritas utama yang banyak dilanggar. Kesemua ini merupakan kenyataan
dunia ketiga yang ditandai oleh kuatnya sektor negara yang domiana sebagai
komando sehingga implementasi HAM generasi ketiga ini dilihat dari atas.
4. Generasi Keempat
Generasi keempat banyak melakukan kritik
terhadap peranan negara yang dominan dalam proses pembangunan pada generasi
sebelumnya, yang lebih menekankan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama
dan telah terbukti sangat menafikkan hak- hak rakyat, selain proses pembangunan
itu sendiri mengabaikan kesejahteraan rakyat dan tidak berdasarkan pada
kebutuhan.
Generasi HAM keempat dipelopori oleh negara-
negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi yang
disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Goverment. Deklarasi
ini lebih maju dari rumusan generasi sebelumnya, tetapi belum sepenuhnya
mencakup tuntutan struktural HAM. Namun demikian beberapa masalah hak asasi
sudah dirumuskan dengan lebih berpihak kepada perombakan tatanan sosial yang
berkedilan. Deklarasi ini lebih menekankan pada ‘kewajiban asasi’ bukan
lagi ‘hak asasi’. Alasan dari gagasan
ini adalah bahwa kata kewajiban mengandung pengertian keharusan akan pemenuhan, sementara kata hak baru
sebatas perjuangan dari pemenuhan hak.
Deklarasi generasi ini selanjutnya secara
positif mengukuhkan keharusan imperaif dari negara untuk memenuhi hak asasi
rakyatnya. Artinya urusan hak asasi bukan lagi urusan orang perorang, tetapi
justru merupakan tugas negara.
2.
HAM dalam UUD 45
UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup
dikalangan masyarakat . HAM tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah
dasar dan pandangan hidur bangsa, yaitu pancasila. Dahlan thaib mengatakan bila
dikaji baik dalam pembukaan, batang tubuh maupun penjelasan akan ditemukan
setidaknya 15 prinsip HAM.
1.
hak untuk
menentukan nasib sendiri.
2.
Hak kan warga
negara
3.
Hak akan
persamaan dan kesamaan dihadapan hukum
4.
Hak untuk
bekerja
5.
Hak akan hidup
layak
6.
Hak untuk
berserikat
7.
Hak untuk
menyatakan pendapat
8.
Hak untuk
beragama
9.
Hak untuk
membela negara
10. Hak untuk mendapatkan pengajaran
11. Hak akan kesejahteaan sosial
12. Hak akan jaminan sosial
13. Hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan
14. Hak mempertahankan tradiisi budaya
15. Hak mempertahankan bahasa daerah[2]
menurutnya ketentuan-ketentuan diatas cukup
membuktikan bahwa UUD 1945 sangat menjamin HAM.
Azhary mengatakan, apabila diperhatikan
pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945, ternyata cukup banyak memerhatikan HAM.
Berdasarkan itu, UUD 1945 mengakui hak asasi individu, tetapi tidak berarti
seperti kepentingan perseorangan ataupun fasisme komunisme yang mengutamakan
masyarakatnya atau negaranya. Dengan demikian kepentingan hak asasi individu
diletakkan dalam rangka kepentingan masyarakat. Hak asasi individu diletakkan
dikui substansinya, namun dibatasi jangan sampai melanggar hak individu lain
ataupun hak asasi masyarakat.[3]
Menurut kuntojoyo, jaminan HAM bukan tidak ada,
melainkan dalam ketentuan-ketentuannya UUD 1945 tidak menyaebutkan scara sistematis.
Solly lubis berpandangan bahwa UUD 1945 tetap
mengandung pengakuan dan jaminan yang luas mengenai HAM, walaupun diakui secara
redaksional formulasi mengenai hak-hak itu sangat sederhana dan sigkat..
Dengan kata lain, meskipun dalam tataran
implementatif secara utuh UUD 1945 tidak efektif berlaku akibat serangkaian
kondisi sosial yang tidak kondusif,tetapi, UUD 1945 pada masanya telah dapat
dikategorikan sebagai konstitusi modern yang didalamya mengatur perihal jaminan
HAM, lembaga-lembaga kenegaraan berikut
mekanisme ketatanegaraan dalam waktu yang relatif singkat. Namun
demikian, menurut dahlan thaib, harus diakui baha UUD 1945 merupakan hasil
pemikiran prima para pendiri negara ynga tergabung dalam BPUPKI/PPKI. Jelas
kelihatan bahwa pengaturan HAM berhasil dirumuskan dalam UUD 1945. Itu artinya
bahwa jauh sebelum lahirnya UDHR/DUHAM versi PBB, indonesia ternyata lebih awal
telah memberlakukan sebuah UUD yang mengatur perihal HAM di Indonesia.
Pengaturan HAM dalam ketatanegaraan RI terdapat
dalam perundang- undangan yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan
perlindungan HAM. Dalam perundang- undangan RI paling tidak terdapat empat
bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam
konstitusi. Kedua, dalam ketetapan MPR. Ketiga, dalam Undang- undang. Keempat,
dalam peraturan pelaksanaan perundang- undangan seperti Perturan Pemerintah,
Keputusan Presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi
memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu
pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami
proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan
referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat
aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang
masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR,
kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hukum bagi pelanggarnaya. Sedangkan pengaturan
HAM dalam bentuk Undang udang dan peraaturan pelaksanaanya kelemahannya pada
kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
1. Pengaturan
HAM dalam Konstitusi.
Pengaturan HAM dalam konstitusinegara RI
selain pada hasil amandemen kedua UUD 1945, juga ditemukan di beberapa
konstitusi yang berlaku yaitu UUD 1945, Konstitusi Repuplik Indonesia Serikat
(KRIS). Dan UUD S 1950. Pengturan HAM juga ditemukan dalam konstitusi
Konstitusi Repuplik Indonesia Serikat (KRIS). Dalam KRIS, HAM menjadi bab
khusus yaitu Bab tentang HAM dan ditempatkan pada bab awal mulai pasal 7 sampai
pasal 33. Adapun dalam UUDS 1950 terletak pada penomoran pasal dan perubabahan
sedikit redaksional dalam pasal- pasal. Selain itu adanya penambahan pasal
dalam UUDS 1950 yang signifikan yaitu tentang fungsi sosial hak milik, hak
demonstrasi dan mogok.
1.1 Pengaturan
HAM dalam Ketetapan MPR (TAP MPR)
Pengaturan HAM dalam ketetapan MPR, dapat
dilihat dalam TAP MPR Nomor XVII tahun 1998 tentang Pandangan dan Sikap Bangsa
Indonesia Terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional.
1.2 Pengaturan
HAM dalam Undang- undang
Pengaturan HAM juga dapat dilihat dalam Undang-
undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, antara lain adalah:
a. UU No. 5 tahun 1086 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
b. UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi
Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman Yang Kejam, Tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat
c. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
d.
UU No. 9 tahun
1998 tentang Kebebasan menyatakan Pendapat
e.
UU No. 11 tahun
1998 tentang Amandemen terhadap UU No. 25 tahun 1997 tentang hubungan
Perburuhan
f.
UU No.1 9 tahun
1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Pekerja secara
paksa
g.
UU No. 20 tahun
1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 tentang Usia minimum Bagi Pekerja
h.
UU No. 21 tahun
1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 11 tentang Diskriminasi dalam
Pekerjaan
i.
UU No. 26 tahun
1999 tentang Pencautan UU No. 11 tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi
j.
UU No.29 tahun
1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
k.
UU No.39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia
l.
UU No. 40 tahun
1999 tentang Pers
m.
UU No. 26 tahun
2000 tentang pengadilan HAM
1.3 Pengaturan
HAM dalam Peratuaran dan Keputusan Presiden
Ketentuan yang terdapat dalam peraturan
pemerintah, antara lain adalah:
a. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang- Undang(perpu) No. 1 tahun 1999 tentang Pengadilan
HAM
b. Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor 181 tahun
1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita
c. Keputusan Presiden No. 129 tahun 1998
tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 1998- 2003, yang menurut
rencana ratifikasi berbagai instrumen hak asasi manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa serta tindak
lanjutnya
d. Keputusan Presiden No. 31 tahun 2001 tentang
Pembentukan pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan
Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makassar
e. Keputusan Presiden No. 5 tahun 2001
tentang Pengadilan Pembentukan HAM Ad
Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diubah dengan Keputusan Presiden
No. 96 tahun 2001
f. Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998
tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Selain
perundang- undangan di atas yang secara eksplisit menyebutkan ketentuan tentang
HAM, juga terdapat beberapa ketentuan lain yang mempunyai relevansi dengan
pengaturan HAM. Sebagian dari ketentuan ini telah mengalami perubahan. Ketentuan
perundangan tersebut anatara lain:
1. UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana; UU No. 3 tahun 1950 tentang Grasi
3.
UU No. 18 tahun
Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 98 mengenai
berlakunya dasar- dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding
Bersama
4.
UU No. 22 tahun
1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuan
5.
UU No. 80 tahun
1957 tentang Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 100
mengenai Pengupahan bagi Buruh laki- laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama
Nilainya
6.
UU No. Tahun
1959 tentang Keadaan Bahaya
7.
UU No. 5 tahun
1960 tentang Pokok- Pokok Agraria
8.
UU No.38/prp/1960
tentang Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah untuk Tanaman tertentu
9.
UU No. 51/prp/1960
tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya
10. UU No.56/prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian
11. UU No.3/1961 tentang Persetujuan Konpensi
Organisasi Perburuhan Internasional No. 106 mengenai Istirahat Mingguan dalam
Perdagangan dan Kantor- kantor
12. UU No. 20/1961 tentang Pencabutan Hak- hak
Tanah dan Benda- benda yang ada di atasnya
13. UU No.11/1962 tentang Hygiene untuk Usaha-
usaha bagiUmum
14. UU No.6/1963 tentang Tenaga Kesehatan
15. UU No. 1/1964 tentang Perumahan
16. UU No. 12/1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja
di Perusahaan Swasta
17. UU No. 33/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang
18. UU No. 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama
19. UU No. 4/ 1965 tentang Pemberian Bantuan
Penghidupan Orang Jompo
20. UU No. 2/1966 tentang Hygiene
21. UU No. 3/1966 tentang Kesehatan Jiwa
22. UU No. 5/1967 tentang Ketentuan- ketentuan
Pokok Kehutanan
23. UU No.11/1967 tentang Ketentuan Pokok Kesehatan
24. UU No.12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian
25. UU No. 14/1969 tentang Ketentuan pokok- pokok
mengenai Tenaga Kerja
26. UU No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja
27. UU No.
28. UU No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
29. UU No.1/1974 tentang Perkawinan
30. UU No.6/1974 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial
31. UU No. 11/1974 tentang Pengairan
32. UU No. 9/1976 tentang Narkotika
33. UU No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak
34. UU No.11/1980 tentang Tindak Pidana Suap
35. UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana
36. UU No.1/1982 tentang pengesahan Konvensi Wina
Mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya, Mengenai Hal
memperoleh Kewarganegaraan dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan
Konnsuler Beserta Protokolnya Opsionalnya, Mengenai Hak Memperoleh
Kewarganegaraan
37. UU No. 4/1982 tentang Pokok- pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup
38. UU No.tentang Hak Cipta
39. UU No. 6/1982 tentang Ketentuan- ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan RI
40. UU No.5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
41. UU No. Tentang Perikanan
42. UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun
43. UU No. 17/1985 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa- bangsa tentang Hukum Laut
44. UU No. 2/1/1986 tentang Peradilan Umum
45. UU No. 1/1987 tentang Kamar Dagang dan
Industri.
Begitu juga
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah, seperti PP 5/1947 tentang Warga Negara;
PP 21/1954 tentang Peraturan Istirahat Buruh; PP 494/1954 tentang Cara Membuat
dan Mengatur Perjanjian Perburuhan; PP 67/1958 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Repuplik Indonesia; PP 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
Pemberian ganti Rugi; PP 49/1963 tentang Hubungan Sewa- menyewa perumahan; PP
21/1967 tentang Kegiatan Amatir Radio; PP 55/1970 tentang Radio Siaran Non
Pemerintah; PP 22/1974 tentang Telekomunikasi untuk Umum; PP 9/1975 tentang
Pelaksanaan Undang- Undang No. 1/1974
tentang Perkawinan; PP 28/1977 tentang Perwakapan Tanah Milik; PP 33/1977
tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek); PP 31/1980 tentang Penanggulangan
Gelandangan dan Pengemis; PP 8/1981 tentang Perlindungan Upah; PP25/1981
tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil; PP 42/1981 tentang Pelayanan
Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin; PP 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air;
PP 23/1982 tentang Irigasi; PP 27/1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- undang
Hukum Acara Pidana; PP 1/1984 tentang Dewan Pers; PP 15/1984 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia; PP
14/1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan; PP28/1985 tentang Perlindungan Hutan; PP 14/1986 tentang Dewan Hak
Cipta; PP29/1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; PP 13/1987
tentang Izin Industri.
Keseluruhan
ketentuan perundang- undangan di atas merupakan pintu pembuka bagi strategi
selanjutnya, yauitu tahab penataan aturan secara konsisten (rule consistent
behavior). Pada tahap ini diupayakan mulai tumbuh kesadaran penghormatab dan
penegakan HAM baik di kalangan aparat maupun masyarakat, karena HAM merupakan
kebutuhan dasar manusia yang perlu diperjuangkan, dihormati dan dilindungi oleh
setiap manusia. Penataan aturan secara konsisten memerlukan persyaratan yang
harus ada. Persyaratan pertama adalah demokrasi dan supermasi hukum; kedua,
HAM sebagai tatanan sosial. Menurut
Prof. Bagir Manan demokrasi dan pelaksanaan prinsip- prinsip negara berdasarkan
atas hukkum merupakan instrumen bahkan prasyarat bagi jaminan perlindungan dan
penegakan HAM. Oleh karena itu hubungan antara HAM, demokrasi dan negara harus
dilihat sebagai hubungan keseimbangan yang “simbiosis mutualisme”. Selanjutnya,
HAM sebagai tatanan sosial merupakan pengakuan masyarakat terhadap pentingnya
nilai- nilai HAM dalam tatanan sosial meruppakan pengakuan masyarakat terhadap pentingnya nilai- nilai HAM dalam
tatanan sosial, politik , ekonomi yang hidup. Dalam kerangka menjadikan HAM
sebagai tatanan sosial, pendidikan HAM secara kurikuler maupun melalui
pendidikan kewarganegaraan sangat diperlukan dan terus dilakukan secara
berkesinambungan.
4. ISLAM dan
HAM
HAM dalam islam sebenarnya bukanlah barang
asing. Islam sebagai agama universal mengandung prinsip- prinsip hak asasi
manusia. Sebagai sebuah konsep ajaran. Islam menempatkan manusia pada kedudukan
yang sejajar dengan manusia lainnya,
Menurut ajaran Islam, perbedaan antara satu
individu denagan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai manusia,
melainkan didasarkan keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu
tidakmenyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang
sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi pada
perkembangan prinsip- prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat
Internasional.
Menurut
Masdar Mas’udi (2002), HAM dalam Islam bukanlah barang asing karena wacana
tentang HAM dalam Islam lebih awal dibandingkan dengan konsep atau ajaran
lainnya
Dalam sejarah konstitusi Islam terhadap dua
deklarasi yang memuat hak- hak asasi manusia yang dikenal dengan Piagam Madinah
dan Deklarasi Kairo (Cairo Declaration).
Piagam Madinah
Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang
kahir di masa Nabi Muhammad ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan
masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak- hak sesama warga
masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku dan agama. Piagam Madinah atau Mitsaqul Madinah yang dideklarasikan
oleh Rasullah pada tahun 622 M, merupakan kesepakatan- kesepakatan tentang
aturan- aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi.
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan
bermasyarakat yang diatur dalam Piagan Madinah, yaitu:
1.
Semua pemeluk
islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2.
Hubungan antara
komunitas Muslim dan Non-Muslim.
Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah
otentik yang tidak diragukan keasliannya. Secara sosiologis piagam tersebut
merupakan antisipasi dan jawaban terhadap realitas sosial masyarakatnya. Secara
umum sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut. Piagam Madinah mengatur
kehidupan sosial penduduk madinah.
Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, masing- masing
memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan
aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi.
Setiap individu memiliki kewajiban yang sama
untuk membela madinah, tempat tinggal mereka. Dengan demikian Piagam Madinah
menjadi alat legitimasi Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pemimpin bukan saja
kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar),
tetapi bagi penduduk Madinah (pasal 23-
24). Secara substansial, piagan ini bertujuan untuk menciptakan keserasian
politik dan mengembangkan toleransi sosio-religius dan budaya seluas- luasnya.
Piagam ini bersifat revolusioner, karena
menentang tradisi kesukuan orang- orang
Arab pada saat itu. Tidak ada satu sukupun yang memiliki keistimewaan atau
kelebihan dengan suku lain, jadi dalam piagam tersebut sangat ditekankan azas
keamanan dan kesetaraan (equality).
Deklarasi Kairo
Isu tentang pelaksanaan HAM tidak lepas dari
perhatian umat islam, apalagi mayoritas negara- negara islam adalah tergolong
ke dalam barisan negara- negara dunia ketiga yang banyak merasakan perlakuan
ketidakadilan negara- negara Barat dengan atas nama HAM. Dalam pandangan
negara- negara islam HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran islam yang
telah ditetapkan Allah SWT. Berkaitan dengan itu, negara- negara islam yang
tergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/ OKI) pada tanggal 5
Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam di
Kairo.
Konsep hak- hak asasi manusia hasil rumusan
dari negara- negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Deklarasi Kairo.
Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al- Quran
dan Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan
dengan pernyataan semesta hak- hak asasi manusia (The Universal Declaration of Human Right/ UDHR) yang didelkarasikan
oleh PBB tahun 1948.
DEKLARASI
KAIRO (DECLARATION OF CAIRO)
Ketentuan HAM yang terdapat dalam
Deklarasi Kairo (Cairo Declaration) yang isinya sebagai berikut:
1) Hak Persamaan dan
Kebebasan. (Al Israa 17:79, An Nisaa 4:58,105,107,135)
2) Hak Hidup. (Al
Maidah 5:45, Al Israa 17:33)
3) Hak Perlindungan
Diri. (Al Balad 90:12-17, At Taubah 9:6)
4) Hak Kehormatan
Diri. (At Taubah 9:6)
5) Hak Berkeluarga.
(Al Baqarah 2: 221, Ar Rum 30:21, An Nisaa 4: 1, At Tahrim 66:6)
6) Hak Kesetaraan
Wanita dengan Pria. (Al Baqarah 2:228, Al Hujarat 49:13)
7) Hak Anak Dari
Orang Tua. (Al Baqarah 2:233, Al Israa 17:23-24)
8) Hak Mendapatkan
Pendidikan. (At Taubah 9:122, Al Alaq 96:1-5)
9) Hak Kebebasan Beragama.
(Al Kafirun 109:1-6, Al Baqarah 2:156, Al Kahfi 18:29)
10) Hak Kebebasan Mencari Suaka.
(An Nisaa 4:97, Al Mumtahanah 60:9)
11) Hak Memperoleh Pekerjaan. (At
Taubah 9:105, Al Baqarah 2:286, Al Mulk 67:15)
12) Hak Memperoleh Perlakuan
Sama. (Al Baqarah 2:275-278, An Nisaa 4:161, Al Imran 3:130)
13) Hak Kepemilikan. (Al Baqarah
2:29, An Nisaa 4:29)
14) Hak Tahanan. (Al Mumtahanah
60:8)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia
Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di
dalam kehidupan masyarakat. Hak- hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan
bangsa, ras, agama atau kelamin, karenanya bersifat asasi dan unuversal.
UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup
dikalangan masyarakat . HAM tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah
dasar dan pandangan hidur bangsa, yaitu pancasila
Menurut ajaran Islam, perbedaan antara satu
individu denagan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai manusia,
melainkan didasarkan keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu
tidakmenyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang
sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi pada
perkembangan prinsip- prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat
Internasional.
B. Kritik dan saran
Kami menyadari dalam
pembuatan makalah ini, masih banyak kekurangan dan jauh ddari sempurna, untuk
itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar dalam pembuatan makalah
berikutnya lebih baik.
Daftar pustaka
El-
Muhtaj, Majda” Hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia”, 2005,
Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Ubaidillah A”pendidikan
kewarganegaraan, demokrasi, HAM dan masyarakat madani”, 2000, jakarta, IAIN
jakarta press
Pendidikan
kewarganegaraan,demokrasi,ham dan masyarakat
UU RI NOMOR 39 TAHUN
1999 TENTANG HAM
Azhary, negara hukum
indonesia.jakarta: UI press,1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar